TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi Thailand akan segera memberikan keputusan terkait masa jabatan Prayuth Chan-ocha sebagai perdana menteri pada 30 September 2022 mendatang.
Dikutip Al Jazeera, berdasarkan konstitusi Thailand, seorang perdana menteri seharusnya tidak menjabat lebih dari delapan tahun.
Dengan mempertimbangkan kasus ini, pihak oposisi lalu mengajukan hal ini pada Agustus kemarin.
Dikatakan waktu yang dihabiskan Praytuh dalma tambuk kekuasaan harus diperhitungkan dalam batas masa jabatan seperti yang ditetapkan konstitusional.
Dilansir Reuters, Prayuth merebut kekuasaan dalam kudeta 2024 sebelum secara resmi menjadi perdana menteri.
Saat ini dia diskors, sementara pengadilan mempertimbangkan kasus diajukan oleh oposisi.
Baca juga: PM Thailand Prayuth Chan-ocha Nyatakan Tak akan Mengundurkan Diri
Wakilnya, Prawit Wongsuwan, menjabat sebagai perdana menteri sementara.
Namun, Wongsuwan tetap menjabat sebagai Menteri Pertahanan.
Perhitungan pendukung Prayuth
Beberapa pendukungnya berpendapat bahwa delapan tahun harus dihitung setelah 2017, ketika konstitusi baru mulai berlaku, atau bahkan dari 2019, ketika pemilihan diadakan.
Di sisi lain, para pengunjuk rasa telah meminta Prayuth untuk mundur selama berbulan-bulan.
Demonstran juga kembali ke jalan-jalan ketika mahkamah konstitusi memutuskan bahwa mereka akan mendengarkan petisi dan bahwa perdana menteri akan diskors selama periode peninjauan.
Protes-protes itu, yang berlanjut sejak 2020, juga mencakup seruan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk reformasi terhadap monarki yang kuat di negara itu
Baca juga: Pengunjuk Rasa Beri Waktu 3 Hari untuk PM Thailand Prayuth Chan-ocha Mundur dari Jabatannya
Berita lain terkait dengan Krisis Thailand
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)