TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - China dinilai terus menggaungkan pengaruhnya di negara-negara di dunia termasuk negara-negara di Asia Pasifik untuk mengimbangi hegemoni Barat (Amerika Serikat), sekaligus meningkatkan pengaruh politik dan ekonominya di dunia.
Dalam diskusi Forum Sinologi Indonesia (FSI) yang diselenggarakan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Senin 19 September 2022, China diketahui juga menjalankan soft power-nya melalui media di Indonesia.
Susy Tekunan MA, mahasiswa doktoral Universitas Hawaii mengatakan ada sejumlah tantangan dalam menghadapi kekuatan lunak China. Diantaranya, sisa-sisa perang dingin, pengaruh agama Konghucu, serta kaitan dengan China dan sentimen anti China
Dia mengatakan, China berupaya memperbaiki persepsi buruk di sebagian kalangan masyarakat Indonesia tentang negara dan pemerintah mereka.
Salah satu strategi yang digunakan adalah dengan mengajak santri asal Indonesia untuk belajar di China melalui program beasiswa.
Setelah belajar beberapa tahun di China, persepsi persepsi negatif tentang negara tersebut menjadi berkurang.
"Kecenderungan persepsi akan menjadi positif setelah mereka menyelesaikan belajarnya di sana," ungkapnya.
Apalah upaya China menanamkan pengaruhnya ke negara lain seperti ke Indonesia akan mengancam eksistensi ideologi negara, seperti Pancasila?
"Saya rasa tidak sampai ke sana. Tapi China memang ingin mendapatkan keberpihakan dalam kaitannya di kompetisi global melawan negara negara Barat," ungkap Susi Tekunan.
Dia menjelaskan, definisi soft power, sebagaimana digagas oleh profesor asal Amerika Serikat, Joseph Nye, biasanya bersumber pada budaya, nilai politik, dan kebijakan luar negeri.
Menurut Susy, China sudah sejak lama berupaya membangun kuasa lunaknya. Sebagai contoh, Presiden Hu Jintao pada tahun 2007 sudah mengatakan, “Pembaharuan besar bangsa Cina akan disertai oleh budaya Cina yang maju.”
Sedangkan Presiden Xi Jinping pada 2014 mengatakan, “Kita harus meningkatkan kekuatan lunak Cina, memberikan narasi positif tentang Cina, dan mengkomunikasikan pesan-pesan Cina ke dunia dengan lebih baik.”
Sejalan dengan itu, masih menurut Susy, China membangun Voice of China pada 2018, yang berada di bawah naungan Departemen Propaganda Pusat, dan menggabungkan CCTV, China National Radio, China Radio International.
Masih menurut Susy, Voice of China ini diberi tugas untuk “menyebarluaskan teori-teori partai, arah, prinsip dan kebijakan” sekaligus juga “memberitakan cerita positif China” di masyarakat internasional.
Baca juga: Waspadalah! Nelayan dan Kapal Coast Guard China Diprediksi Terus Muncul Perairan Natuna Utara