Selat Taiwan yang sempit sering menjadi sumber ketegangan militer sejak pemerintah Republik China yang kalah melarikan diri ke Taiwan pada 1949 setelah kalah perang saudara dengan komunis, yang mendirikan Republik Rakyat China.
Baca juga: China Pamer Kehebatan Kendaraan Komersial Energi Baru di Ajang IAA Transportation 2022
China Ingin 'Bersatu Kembali' dengan Taiwan
China bersedia melakukan upaya maksimal untuk "bersatu kembali" secara damai dengan Taiwan.
Pernyataan itu disampaikan Juru Bicara Kantor Urusan Taiwan-China, Ma Xiaoguang saat konferensi pers di Beijing pada Rabu (21/9/2022).
"Tanah air harus dipersatukan kembali dan pasti akan dipersatukan kembali," kata Ma sebagaimana dikutip Channel News Asia.
Tekad China untuk melindungi wilayahnya tidak tergoyahkan, tambahnya.
China telah mengusulkan model "satu negara, dua sistem" untuk Taiwan.
Hal itu mirip dengan formula di mana bekas jajahan Inggris di Hong Kong kembali ke pemerintahan China pada 1997.
Ma mengatakan, Taiwan dapat memiliki "sistem sosial yang berbeda dari daratan" yang memastikan cara hidup mereka dihormati, termasuk kebebasan beragama, tetapi dengan syarat itu untuk memastikan kedaulatan nasional, keamanan, dan kepentingan pembangunan.
Semua partai politik utama Taiwan telah menolak usulan tersebut dan hampir tidak memiliki dukungan publik, menurut jajak pendapat.
Penolakan itu terjadi terutama setelah Beijing memberlakukan undang-undang keamanan nasional di Hong Kong pada 2020, ketika kota itu diguncang oleh protes anti-pemerintah dan anti-China yang terkadang disertai kekerasan.
Baca juga: Video Gempa di Taiwan: Kereta Api Berguncang, Pengendara Motor Nyaris Terkena Longsor
Adapun China tidak pernah menggunakan kekuatan untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya, dan pada 2005 mengesahkan undang-undang yang memberi negara itu dasar hukum untuk tindakan militer terhadap Taiwan jika memisahkan diri atau tampaknya akan melakukannya.
China telah menolak untuk berbicara dengan Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen sejak dia pertama kali menjabat pada 2016, dengan keyakinan bahwa dia adalah seorang separatis.
Dia telah berulang kali menawarkan untuk berbicara atas dasar kesetaraan dan saling menghormati.
Namun pendahulu Tsai, Ma Ying-jeou mengadakan pertemuan penting dengan Presiden China, Xi Jinping di Singapura pada 2015.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)