Sementara itu orang-orang dari daerah-daerah yang terlantar, yang sedang bertempur di garis depan atau dipindahkan secara paksa ke wilayah Rusia, kemungkinan besar tidak mungkin terlibat dalam pemungutan suara.
3. Apakah Rusia akan menerima konsekuensi dari diadakannya refendum?
Banyak pemimpin Barat, termasuk Perdana Menteri Justin Trudeau dan Presiden AS Joe Biden, telah menyebut referendum itu sebagai tipuan.
Mereka mengatakan negara mereka tidak akan mengakui hasilnya.
Namun, tidak jelas tindakan lebih lanjut apa yang mungkin diambil terhadap Rusia, mengingat sudah banyaknya sanksi yang dijatuhkan sejak perang dimulai pada Februari lalu.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy telah meminta PBB untuk mencabut hak veto Rusia di Dewan Keamanan PBB.
Pada tahun 2014 saat referendum Krimea, Rusia dikeluarkan dari G8 dan diberi sanksi oleh banyak negara.
Para pejabat saat itu mengklaim 97 persen pemilih Krimea mendukung bergabung dengan Rusia.
Moskow menggunakan suara itu sebagai pembenaran untuk mencaplok semenanjung Laut Hitam, dalam sebuah langkah yang tidak diakui oleh sebagian besar dunia.
Pemungutan suara 2014 lalu juga diadakan di bawah pengawasan ketat pasukan Rusia tak lama setelah mereka mengambil alih wilayah tersebut.
4. Bagaimana situasi di Luhansk, Donetsk, Kherson dan Zaporizhzhia?
Luhansk dan Donetsk sudah mendeklarasikan kemerdekaan mereka dari Ukraina beberapa minggu setelah pencaplokan Krimea.
Hal itu memicu ketegangan delapan tahun hingga akhirnya membuat Putin melancarkan invasi pada Februari 2022, dengan dalih untuk melindungi penduduk mereka.
Sejak itu, pasukan Rusia dan pasukan separatis lokal telah menguasai hampir semua wilayah Luhansk, tetapi hanya sekitar 60 persen dari Donetsk.