TRIBUNNEWS.COM - Rusia menggelar referendum di empat wilayah pendudukan di Ukraina, pada Jumat (23/9/2022).
Referendum dijadwalkan berlangsung selama lima hari, yakni dari 23-27 September 2022.
Penyelenggaraan referendum terkesan tergesa-gesa, terutama setelah Ukraina merebut kembali sebagian besar wilayah timur laut dalam serangan balasan awal bulan ini.
Banyak yang menganggap pemungutan suara itu palsu.
Sebagian besar pemimpin negara mengaku tidak akan mengakui hasil referendum.
Dikutip Reuters, para pejabat Ukraina mengklaim orang-orang dilarang meninggalkan beberapa derah yang diduduki sampai referendum selesai.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina: Rusia Dituding Gelar Referendum Palsu untuk Caplok Wilayah Ukraina
Dikatakan, beberapa kelompok bersenjata menerobos rumah penduduk, karyawan perkantoran diancam akan dipecat jika menolak berpartisipasi dalam referendum.
Sementara itu, dalam pidato hariannya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut referendum dengan tegas dikecam oleh dunia.
"Ini bukan hanya kejahatan terhadap hukum internasional dan hukum Ukraina, ini adalah kejahatan terhadap orang-orang tertentu, terhadap suatu bangsa," kata Zelensky.
Mobilisasi parsial
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan akan mengerahkan 300.000 tentara cadangan ke medan pertempuran.
Kremlin tampaknya berusaha mendapatkan kembali kemenangannya dalam perang yang telah berlangsung sejak 24 Februari 2022.
Zelensky menyerukan kepada warga di kawasan pendudukan Rusia agar menolak upaya untuk memobilisasi mereka berperang.
Baca juga: Antrean Panjang Orang Rusia Ingin Kabur, hingga Ramai di Media Sosial Cara Melarikan Diri dari Rusia
"Bersembunyi dari mobilisasi Rusia dengan cara apapun yang Anda bisa," ucap Zelensky.
"Hindari perintah wajib militer. Cobalah untuk pindah ke wilayah Ukraina yang bebas," tuturnya.
Lebih lanjut, dengan menggabungkan empat wilayah melalui referendum, Moskow sah saja menggambarkan upaya Ukraina merebut kawasannya sebagai serangan terhadap Rusia.
Referendum juga berpotensi digunakan untuk membenarkan respons nuklir.
Aneksasi Krimea
Sebelumnya Rusia pernah menggunakan referendum sebagai dalih untuk aneksasi Krimea Ukraina pada 2014 lalu.
Namun, wilayah tersebut belum diakui oleh komunitas internasional sebagai kawasan Rusia.
Baca juga: Retno Marsudi Bertemu dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov di New York, Ini yang Dibahas
Berita lain terkait dengan Konflik Rusia Vs Ukraina
(Tribunnews.co/Andari Wulan Nugrahani)