TRIBUNNEWS.COM - Warga Ukraina di wilayah yang diduduki pasukan Rusia atau kelompok separatis, menceritakan ketegangan selama referendum berlangsung.
Sebelumnya, empat wilayah yakni Luhansk dan Donetsk (Donbas), Zaporizhia dan Kherson di Ukraina timur telah merampungkan referendum untuk bergabung dengan Federasi Rusia.
Saksi mata yang merupakan warga lokal dari keempat wilayah tersebut mengaku pasukan Rusia menyuruh orang-orang memilih di jalanan, tempat pemungutan suara, hingga dari rumah ke rumah.
Jika menolak memberikan suara, kata para saksi mata, nyawa mereka bisa terancam.
Mereka mengatakan "komite pemilihan" untuk referendum ini didampingi oleh personel militer Rusia yang bersenjata, lapor DW.
"Dua wanita dan tiga tentara Rusia dengan senapan bertanya kepada saya apakah saya akan memilih," kata seorang wanita yang tinggal di sebuah desa dekat Melitopol di wilayah Zaporizhia.
Baca juga: 5 Tentara Rusia Didakwa Pemerintah Ukraina karena Diduga Tembaki Mobil Sipil di Kyiv
Ia mengaku sempat bertanya apakah ia memiliki pilihan, namun rombongan itu bungkam.
"Saya harus meletakkan salib di mana mereka menunjuk dengan laras pistol," ujarnya.
Meskipun tidak ingin memberikan suara, wanita ini mengaku melakukannya karena takut militer Rusia akan merekrut putranya sebagai tentara.
"Untung suami dan anak saya sedang bekerja di ladang saat itu. Saya tidak ingin mereka mengambil anak saya, dia ada dalam daftar mereka," kata wanita itu sambil menangis.
Pemilih Dipaksa dan Diancam
Pasukan Rusia menekan dan mengancam orang-orang selama referendum palsu, kata Yaroslav Yanushevych, kepala administrasi militer Kherson.
"Kolaborator, ditemani oleh penjajah bersenjata, menangkap orang-orang di jalan-jalan dan menggunakan ancaman untuk memaksa mereka memilih," tulis Yanushevych di Telegram.
Penduduk yang disebut "Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk" melaporkan bahwa di Luhansk tempat pemungutan suara didirikan di halaman belakang bangunan tempat tinggal atau di pintu masuk pasar.
Sebuah bus akan melaju, sebuah kotak suara transparan akan didirikan tepat di sampingnya.
"Tidak ada pemungutan suara rahasia, orang-orang menandai surat suara di lutut mereka," kata seorang penduduk lokal Luhansk yang juga menunjukkan bahwa orang-orang yang bekerja untuk dewan lokal dipaksa untuk memilih beberapa kali di tempat yang berbeda.
"Kami diberitahu bahwa semakin sering orang yang sama memilih, semakin baik," kata seorang wanita yang bekerja di sebuah lembaga pendidikan di Luhansk.
Dia mengatakan semua karyawan diminta untuk membawa salinan kartu identitas siswa yang telah meninggalkan kota sehingga mereka dapat memilih di tempat mereka.
Siapapun yang menolak untuk berpartisipasi diancam dengan pemotongan gaji atau pemecatan.
Empat Wilayah Siap Dicaplok Rusia
Pada 23-27 September 2022, referendum diadakan di Republik Rakyat Donetsk dan Lugansk, serta di wilayah yang dibebaskan dari wilayah Zaporizhia dan Kherson.
Dilansir media Rusia, TASS, mayoritas penduduk mendukung untuk bergabung dengan Rusia selama plebisit diadakan.
Di keempat daerah itu, pemungutan suara dinyatakan sah.
Menyusul hal ini, sebuah ungkapan sambutan terhadap empat wilayah Ukraina itu terpasang di Moskow.
Sebuah layar video raksasa bertuliskan "Donetsk, Luhansk, Zaporizhzhia, Kherson - Rusia!" dipasang di dekat Tembok Kremlin dan Museum Sejarah Negara di Lapangan Merah di Moskow, Rabu (28/9/2022).
Moskow siap untuk secara resmi mencaplok petak Ukraina, meskipun referendum dikecam oleh Barat.
Ketua majelis tinggi parlemen Rusia mengatakan akan mempertimbangkan penggabungan empat wilayah pada 4 Oktober, tiga hari sebelum ulang tahun ke-70 Presiden Rusia Putin, lapor Reuters.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)