TRIBUNNEWS.COM - Juru Bicara Kepresidenan Rusia Dmitry Peskov mengakui bahwa ledakan di Nord Stream bisa jadi merupakan serangan teroris, Kamis (29/9/2022).
Dikutip TASS, Peskov mengatakan kepada wartawan tidak mungkin untuk menjawab pertanyaan tentang kemungkinan kerja sama antara Federasi Rusia dan Amerika Serikat (AS) dalam penyelidikan keadaan darurat.
Menurutnya, Rusia tidak memiliki kontak subtantif dan kerja sama antara badan-badan keamanan.
"Pada saat yang sama, tampaknya ini adalah semacam serangan teroris, mungkin di tingkat negara bagian," ucapnya.
"Tentu saja, membutuhkan kerja sama yang sangat aktif dan intens. Ini adalah situasi yang sangat berbahaya yang memerlukan penyelidikan segera," tegas Peskov.
Ketika ditanya apakah Moskow akan mencari penyelidikan internasional, dia berkata, "Semuanya akan tergantung pada situasinya."
Baca juga: Donald Trump: Sabotase Nord Stream Bisa Picu Perang Dunia III
“Tentu saja, kerja sama beberapa negara akan diperlukan di sini," jelasnya.
"Dalam situasi kurangnya komunikasi yang akut dan keengganan banyak negara untuk melakukan kontak dengan kami di area sensitif seperti itu, banyak pertanyaan muncul,” jelas Peskov.
Kebocoran pipa Nord Stream
Pada Selasa (27/9/2022), Nord Stream AG melaporkan tentang "kerusakan yang belum pernah terjadi sebelumnya" pada Senin (26/9/2022).
Kerusakan tersebut mempengaruhi tiga jalur pipa gas Nord Stream 1 dan 2 yang dilaporkan dalam beberapa jam.
Kebocoran pertama diidentifikasi di sepanjang Nord Stream 2 di dekat pulau Bornholm di Denmark.
Dua kebocoran ditemukan setelahnya.
Baca juga: Norwegia Kerahkan Pasukan setelah Pipa Nord Stream 1 dan 2 Diduga Disabotase
Badan Energi Denmark mengatakan sejumlah besar gas alam telah mengalir keluar.