TRIBUNNEWS.COM - Serangan udara yang dilancarkan Amerika Serikat (AS) di sejumlah lokasi di Suriah menewaskan tiga tokoh senior ISIS.
Seorang militan senior ISIS yang sedang dalam persembunyian, tewas akibat serangan helikopter AS di sebuah desa yang dikuasai pemerintah di timur laut Suriah.
Sedangkan dua lainnya juga tewas dalam serangan udara terpisah pada Kamis (6/10/2022).
Sebelumnya, AS telah melakukan serangkaian serangan terhadap anggota Islamic State di Suriah.
Namun operasi pada Kamis (6/10/2022) adalah operasi pertama yang diketahui terhadap kelompok di zona yang dipegang oleh pasukan yang setia kepada Presiden Bashar al-Assad.
Pada Kamis pagi waktu setempat, pasukan khusus AS melakukan operasi langka di Desa Muluk Saray yang dikuasai pemerintah di provinsi timur laut Hasakeh, lapor televisi pemerintah Suriah di saluran Telegramnya.
Baca juga: Wanita-wanita Australia yang Ditipu Pejuang ISIS akan Diselamatkan dari Kamp Pengungsi di Suriah
Komando Pusat Militer AS mengatakan targetnya adalah Rakkan Wahid al-Shammri, seorang anggota ISIS yang memfasilitasi penyelundupan senjata serta militan.
Dikatakan bahwa dia terbunuh dalam operasi itu, sementara salah satu rekannya terluka dan dua lainnya ditahan oleh pasukan AS.
"Tidak ada pasukan AS yang terluka atau terbunuh selama operasi, tidak ada warga sipil yang terbunuh atau terluka, dan tidak ada kehilangan atau kerusakan pada peralatan AS," kata Komando Pusat yang berbasis di Florida, yang mengawasi pasukan Amerika di Timur Tengah, dilansir Guardian.
Lokasi persis dari penyerangan itu tidak dijelaskan.
Hanya disebutkan bahwa berada di dekat Desa Qamishli, yang terletak di perbatasan Suriah dengan Turki.
Dalam laporan terpisah, Komando Pusat mengatakan serangan udara pada pukul 18.32 (15.32 GMT) di Suriah utara menewaskan seorang pemimpin ISIS bernama Abu-Hashum al-Umawi dan anggota senior dari kelompok yang terkait dengannya.
Seorang sumber keamanan mengatakan pria yang tewas dalam serangan AS sebelumnya, bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan 'sel tidur' ISIS di daerah tersebut.
"Operasi ini bertujuan untuk memperluas cakupan penargetan anggota organisasi ini di berbagai bagian Suriah," tambah sumber itu.
Menurut sumber lain, pasukan AS telah membawa mayat tokoh ISIS itu saat mundur.
Seorang sumber lokal mengatakan pria itu pindah ke Desa Muluk Saray dalam beberapa tahun terakhir dari Taif, sebuah kota dekat perbatasan dengan Irak yang pernah menjadi kubu ISIS.
"Orang-orang mengira dia adalah seorang gembala, tidak ada yang tahu identitas aslinya," kata sumber itu.
Sementara itu, sumber lokal mengatakan pasukan AS juga menyerbu sebuah bangunan yang digunakan oleh keamanan Suriah dan menahan beberapa orang di sana.
Penduduk lain di daerah itu mengkonfirmasi serangan itu kepada Reuters.
Satu warga mengatakan helikopter AS mendarat di desa setelah tengah malam dan mengimbau penduduk untuk tetap berada di dalam rumah serta mematikan lampu mereka.
Operasi itu berlangsung selama beberapa jam dan tidak ada baku tembak dengan pasukan AS.
AS memimpin koalisi militer memerangi ISIS di Suriah.
Pada Juli lalu, Pentagon mengatakan telah membunuh jihadis ISIS terkemuka di negara konflik itu dalam serangan pesawat tak berawak di bagian utara negara itu.
Komando Pusat mengatakan dia adalah "salah satu dari lima besar" pemimpin ISIS.
Baca juga: Teroris Jamaah Islamiah yang Pernah Ditahan Kelompok Militer ISIS Tertangkap di Magetan
Baca juga: Australia akan Selamatkan Keluarga Anggota ISIS dari Suriah
Serangan itu terjadi lima bulan setelah serangan AS malam hari di kota Atme, yang menyebabkan kematian pemimpin Negara Islam, Abu Ibrahim al-Qurashi.
Washington mengatakan, Qurashi tewas ketika dia meledakkan bom untuk menghindari penangkapan.
Setelah kehilangan wilayah terakhir mereka buntut serangan militer oleh koalisi pimpinan AS pada Maret 2019, sisa-sisa ISIS di Suriah sebagian besar mundur ke tempat persembunyian gurun.
Sejak itu mereka menggunakan tempat persembunyian tersebut untuk menyergap pasukan pimpinan Kurdi dan pasukan pemerintah Suriah sambil terus meningkatkan serangan di Irak.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)