News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

PBB Kutuk Langkah Rusia Mencaplok 4 Wilayah Ukraina, 143 Negara Mendukung, 35 Abstain

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pandangan umum menunjukkan hasil pemungutan suara selama pertemuan Majelis Umum PBB di markas besar Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York City pada 12 Oktober 2022. Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Rabu memilih untuk mengutuk aneksasi Rusia atas bagian-bagian Ukraina setelah Moskow memveto upaya serupa di Dewan Keamanan.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan dia berterima kasih kepada negara-negara yang mendukung resolusi tersebut.

"Dunia telah mengatakan – upaya pencaplokan Rusia tidak berharga dan tidak akan pernah diakui oleh negara-negara bebas," tulisnya.

Ia menambahkan bahwa Ukraina akan mendapatkan kembali semua tanahnya.

Presiden AS Joe Biden mengatakan pemungutan suara itu mengirim pesan yang jelas ke Moskow.

"Pertaruhan konflik ini jelas bagi semua, dan dunia telah mengirim pesan yang jelas sebagai tanggapan - Rusia tidak dapat menghapus negara berdaulat dari peta," katanya.

Dame Barbara Woodward, duta besar Inggris untuk PBB, mengatakan Rusia telah gagal di medan perang dan di PBB.

Ia menambahkan bahwa negara-negara telah bersatu untuk mempertahankan piagam badan dunia.

"Rusia telah mengisolasi dirinya sendiri, tetapi Rusia sendiri yang dapat menghentikan penderitaan. Waktu untuk mengakhiri perang adalah sekarang," katanya.

Hasil dari Referendum

Pekan lalu, dalam upacara akbar di Kremlin, Presiden Vladimir Putin menandatangani dokumen untuk menjadikan 4 wilayah Ukraina timur yaitu Luhansk, Donetsk, Zaporizhzhia dan Kherson sebagai bagian dari Rusia.

Perjanjian tersebut ditandatangani bersama para pemimpin empat wilayah yang dilantik Moskow.

Sebelumnya, keempat wilayah itu mengadakan referendum untuk bergabung dengan Rusia.

Namun referendum tersebut dipandang "palsu" oleh negara-negara Barat karena rakyat dipaksa memilih di bawah tekanan.

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini