Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Perdana Menteri (PM) Inggris Liz Truss mengatakan pada Senin lalu bahwa ia tidak berniat untuk mundur dari jabatannya, meskipun ada panggilan dari sesama anggota parlemen Konservatif.
Pernyataannya ini muncul saat dirinya berjuang untuk 'kelangsungan politik' karena kebijakan ekonominya yang kontroversial dan telah memicu gejolak pasar.
Dikutip dari laman Russia Today, Rabu (19/10/2022), PM yang sedang diperangi itu menyatakan bahwa dirinya 'bertahan karena terpilih untuk berkontribusi bagi negara ini'.
"Dan itulah tekad yang ingin saya lakukan," kata Truss.
Baca juga: Dianggap Gagal Urus Ekonomi Inggris, PM Liz Truss Sampaikan Permohonan Maaf
Ia mengaku akan memimpin Partai Konservatif ke dalam pemilihan berikutnya dan menekankan bahwa ia 'tidak fokus pada debat internal' diantara anggota partai Konservatif (Tories).
Truss pun meminta maaf atas kesalahan yang ia buat selama bulan pertamanya menjabat sebagai PM, bertanggung jawab atas rencana ekonominya yang bernasib buruk, yang memicu kekacauan pasar.
Untuk memperbaiki situasi, ia menunjuk kanselir baru dengan strategi baru 'demi memulihkan stabilitas ekonomi'.
Komentar itu muncul setelah beberapa anggota parlemen Konservatif mendesak Truss untuk mundur, dengan alasan ketidakmampuannya dalam menangani krisis ekonomi.
Truss mewarisi inflasi dua digit dan ekonomi Inggris pun di ambang resesi.
Ia awalnya mendukung 'anggaran mini' kontroversial yang bertujuan untuk meningkatkan pinjaman dan menjaga pajak perusahaan di angka 19 persen, alih-alih meningkatkannya menjadi 25 persen.
Rencana tersebut menjadi bumerang, dengan pasar jatuh ke dalam kekacauan dan poundsterling jatuh ke rekor terendah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Sebuah jajak pendapat baru-baru ini yang dilakukan oleh Redfield & Wilton Strategies menunjukkan bahwa jika pemilihan umum diadakan hari ini, maka Tories akan kehilangan lebih dari 300 kursi di House of Commons, dan Partai Buruh akan memperoleh mayoritas di parlemen.