Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Pemerintah Korea Selatan (Korsel) pada Kamis waktu setempat memutuskan untuk memperluas dukungan bagi keluarga berpenghasilan rendah yang berjuang untuk membayar tagihan gas mereka.
Dukungan diberikan melalui penawaran voucher energi dan diskon, karena biaya energi yang melonjak telah menjadi pusat perdebatan politik di negara itu.
Sekretaris ekonomi Presiden Yoon Suk Yeol, Choi Sang Mok mengatakan bahwa nilai voucher energi yang diberikan kepada 1,17 juta rumah tangga yang tergolong rentan secara ekonomi akan digandakan menjadi 304.000 won atau setara 246 dolar Amerika Serikat (AS).
Kisaran diskon untuk tagihan gas juga akan digandakan menjadi 18.000 won hingga 72.000 won untuk 1,6 juta rumah tangga berpenghasilan rendah yang terpisah.
Baca juga: Dubes Sulis Ingin Ada Artis RI Gabung di Industri Drama dan Film Korea Selatan
"Biaya pemanas telah meningkat secara signifikan belakangan ini karena penekanan kenaikan tarif selama beberapa tahun terakhir. Sejak perang Rusia dan Ukraina, harga gas telah meroket secara internasional dan setiap negara telah melalui proses penyesuaian tarif dengan kenyataan," kata Choi.
Ia menambahkan bahwa Korea terlambat menanggapi hal ini 'dalam beberapa tahun terakhir'.
Dikutip dari laman www.koreaherald.com, Kamis (26/1/2023), tahun lalu, harga gas untuk perumahan naik 42,3 persen.
Choi mengisyaratkan akan menaikkan tarif gas di kuartal mendatang tanpa menyebutkan tanggal pastinya, meskipun pemerintah negara itu membekukan tagihan gas pada kuartal pertama tahun ini demi meringankan beban biaya pemanasan di musim dingin.
"Harga gas alam internasional telah melonjak sepuluh kali lipat sejak paruh kedua 2021. Kenaikan harga gas merupakan fenomena global,” kata Choi.
Negara-negara besar termasuk AS, Inggris dan Jerman juga telah melihat lonjakan harga gas baru-baru ini, dengan harga gas perumahan naik dua hingga empat kali lipat pada 2022 dibandingkan tahun sebelumnya.
Tagihan gas perumahan pada 2022 mengalami peningkatan tahunan sebesar 3,3 kali lipat di AS, 2,6 kali lipat di Inggris Raya, dan 3,6 kali lipat di Jerman.
Namun tarif gas Korea telah 'dipertahankan pada tingkat yang sangat rendah', mulai dari 23 persen hingga 60 persen dari harga yang ditawarkan negara-negara tersebut.
"Di bawah kondisi eksternal yang sulit ini, ada aspek normalisasi harga energi yang tak terhindarkan. Pemerintah akan melakukan upaya kebijakan maksimal untuk meminimalkan beban masyarakat dalam proses tersebut," tegas Choi.
Saat pemerintah Korsel meluncurkan rencana sementara, dengan mengutip kebijakan pemerintah yang berhaluan liberal sebagai penyebab melonjaknya tagihan energi saat ini, pemimpin partai oposisi Lee Jae-myung mengusulkan kepada pemerintah agar memberikan subsidi untuk harga energi yang tinggi senilai sekitar 7,5 triliun won demi mendukung yang rentan.
Lee juga menekankan perlunya mempertimbangkan untuk memperkenalkan 'pajak rejeki'.
Pajak rejeki tak terduga merupakan pajak penghasilan tambahan yang dikenakan pada perusahaan yang menghasilkan keuntungan berlebih karena kebijakan pemerintah atau perubahan mendadak di lingkungan eksternal.