TRIBUNNEWS.COM - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan keadaan darurat tiga bulan yang mencakup 10 provinsi selatan Turki yang dilanda gempa dahsyat.
Langkah ini dilakukan Recep Tayyip Erdogan setelah terjadi dua gempa bumi besar yang melanda wilayah Turki dan Suriah, Senin (6/2/2023).
Mendeklarasikan keadaan darurat memungkinkan Presiden Turki dan kabinet untuk melewati parlemen dalam memberlakukan Undang-undang baru.
"Kami telah memutuskan untuk mengumumkan keadaan darurat untuk memastikan operasi dilakukan dengan cepat," ujar Recep Tayyip Erdogan dalam pidatonya, Selasa (7/2/2023), dilansir Reuters.
Recep Tayyip Erdogan menjelaskan, keadaan darurat akan berlangsung tiga bulan.
Dengan demikian, keadaan darurat akan berakhir sesaat sebelum pemilihan presiden dan parlemen yang dijadwalkan pada 14 Mei 2023.
Namun, keadaan darurat ini juga bisa diperpanjang.
Menurut Erdogan, 70 negara telah menawarkan bantuan dalam operasi pencarian dan penyelamatan.
Erdogan mengatakan, Turki berencana membuka hotel di pusat pariwisata Antalya, di sebelah barat, untuk sementara menampung orang-orang yang terkena dampak gempa.
Diberitakan NDTV, pemerintahan Erdogan berada di bawah tekanan yang meningkat di media sosial atas apa yang dilihat para pengkritiknya sebagai respons yang lambat terhadap gempa bumi terbesar di Turki dalam hampir satu abad.
Korban terbaru menunjukkan gempa berkekuatan 7,8 magnitudo pada Senin dan gempa susulan, menewaskan 3.549 orang di Turki dan 1.602 di bagian Suriah yang dikuasai pemerintah dan pemberontak.
Baca juga: Jokowi Sebut Pemerintah Indonesia Segera Kirimkan Bantuan untuk Korban Gempa Turki
Erdogan mengatakan, pemerintah akan mengirim lebih dari 50.000 pekerja bantuan ke daerah itu dan mengalokasikan 100 miliar lira ($5,3 miliar) untuk bantuan keuangan.
Penanganan Erdogan atas bencana alam terbesar dalam dua dekade pemerintahannya terbukti sangat penting menjelang pemilihan parlemen dan presiden yang diperebutkan dengan ketat pada 14 Mei 2023.
Gempa di Turki dan Suriah