News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Trending

Ribuan Anak-anak Ukraina Ditahan Rusia di Kamp Krimea, Peneliti: Kejahatan Perang

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Nuryanti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tentara bayaran Wagner Rusia yang dipimpin oleh Prigozhin mengklaim bahwa Blahodatne berada di bawah kendali pasukan pendudukan. - Sebanyak 6.000 anak-anak Ukraina ditahan oleh Rusia di kamp Krimea dan sekitarnya. Alasan Rusia menahan anak-anak Ukraina diduga adalah pendidikan ulang politik.

TRIBUNNEWS.COM - Menurut sebuah studi baru yang didukung Amerika Serikat menyebutkan, sebanyak 6.000 anak Ukraina ditahan Rusia.

Penahanan ribuan anak Ukraina oleh Rusia tersebut, disebut-sebut sebagai bentuk kejahatan perang.

Para peneliti dari Lab Penelitian Kemanusiaan Sekolah Kesehatan Masyarakat Yale mengatakan, mereka telah mengidentifikasi setidaknya sebanyak 43 kamp ditemukan.

'Tujuan utama' Rusia menahan anak-anak Ukraina diduga adalah pendidikan ulang politik.

"Beberapa kamp yang didukung oleh Federasi Rusia diiklankan sebagai 'program integrasi', dengan tujuan nyata untuk mengintegrasikan anak-anak dari Ukraina ke dalam visi pemerintah Rusia tentang budaya, sejarah, dan masyarakat nasional," tulis laporan tersebut, dikutip dari Al Jazeera.

Seorang peneliti Yale, Nathaniel Raymond mengatakan, kebijakan tersebut menempatkan Rusia berada dalam 'pelanggaran yang jelas' terhadap Konvensi Jenewa Keempat.

Baca juga: Rusia Terus Gempur Bakhmut, NATO Pertimbangkan Pasok Lebih Banyak Senjata ke Ukraina

Konvensi Jenewa Keempat berisikan tentang perlakuan terhadap warga sipil selama perang dan menyebut laporan itu sebagai "peringatan Amber raksasa" - merujuk pada pemberitahuan publik AS tentang penculikan anak.

"Dalam beberapa kasus dapat merupakan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Raymond kepada wartawan.

Anak-anak tersebut termasuk mereka yang memiliki orang tua atau wali keluarga yang jelas, mereka yang dianggap yatim piatu oleh Rusia, yang lainnya berada dalam perawatan lembaga negara Ukraina sebelum invasi, dan mereka yang hak asuhnya tidak jelas atau tidak pasti karena perang, kata laporan itu.

Beberapa anak diadopsi oleh keluarga Rusia atau dipindahkan ke panti asuhan di Rusia, kata laporan itu.

Pemerintah Ukraina baru-baru ini mengatakan lebih dari 14.700 anak telah dideportasi ke Rusia, dengan lebih dari 1.000 dari mereka dari kota pelabuhan Mariupol.

Baca juga: Vladimir Putin Dilaporkan Tarik Pasukan Grup Wagner dari Ukraina, Khawatir Kremlin akan Dikudeta

"Jaringan ini membentang dari satu ujung Rusia ke ujung lainnya," ujar Raymond melanjutkan.

Sementara itu, Kedutaan Besar Rusia di Washington menanggapi laporan tersebut, mengatakan Rusia menerima anak-anak yang terpaksa melarikan diri dari Ukraina.

"Kami melakukan yang terbaik untuk menjaga orang di bawah umur dalam keluarga, dan dalam kasus ketidakhadiran atau kematian orang tua dan kerabat - untuk memindahkan anak yatim piatu di bawah perwalian," kata kedutaan melalui Telegram.

Migran di Rusia Dipaksa Ikut Perang

Reklame yang menampilkan seorang tentara Rusia dengan slogan bertuliskan 'Glory to the Heroes of Russia' menghiasi jalan dekat 'PMC Wagner Center' pada 4 November 2022. (Olga MALTSEVA / AFP)

Kelompok tentara bayaran Wagner Rusia dilaporkan telah merekrut puluhan ribu tahanan untuk berperang di Ukraina.

Banyak narapidana sekarang khawatir bahwa mereka dapat dipaksa berperang - dan pekerja migran dari negara-negara Asia Tengah mendapati diri mereka sangat rentan.

Baca juga: Hanya Gara-gara Story Instagram, Mahasiswi Rusia Ditahan dan Dianggap Teroris

Salah satunya adalah seorang pria bernama Anuar (nama samaran) yang datang ke Rusia untuk mencari pekerjaan pada tahun 2018.

Namun, Anuar harus menjalani hukuman penjara di Penal Colony Number Six karena perdagangan narkoba.

Dikutip dari BBC, pada akhir Januari, dia memberi tahu ayahnya bahwa sekelompok orang Asia Tengah telah dikirim untuk berperang di Ukraina tanpa persetujuan mereka.

"Ada banyak orang Uzbek, Tajik, Kyrgyz di penjara itu. Sekarang mereka berencana mengirim kelompok lain dan putra saya khawatir mereka akan memaksanya pergi juga," kata ayah Anuar kepada BBC.

BBC telah melihat dokumen pengadilan dan surat-surat Anuar yang menegaskan bahwa dia memang menjalani hukumannya di penjara itu.

Dan ceritanya tentang kelompok yang dipaksa pergi ke Ukraina pada Januari juga dikuatkan oleh Olga Romanova, direktur organisasi hak-hak sipil Russia Behind Bars.

Orang tua dari para tahanan itu mendekatinya untuk meminta bantuan.

"Mereka tidak diberi pilihan. Mereka disuruh menandatangani kontrak dan dikirim ke garis depan seperti sekantong kentang," kata Romanova.

Baca juga: Moldova Tutup Wilayah Udara Usai Rusia Dikabarkan Ingin Kudeta Pemerintahannya

Awalnya, orang tua bersedia pergi ke pengadilan agar anak-anak mereka tidak berakhir di Ukraina, katanya.

Tapi kemudian mereka menolak, karena takut akan hukuman yang akan dihadapi anak-anak mereka jika tetap tinggal di penjara.

Penal Colony Number Six terkenal karena perlakuan buruknya dan seringnya memukuli narapidana.

Olga Romanova menggambarkannya sebagai "penjara penyiksaan".

Sementara itu, salah satu tahanan bernama Farukh (nama samaran), warga negara Uzbekistan yang berada di penjara di wilayah Rostov Rusia, membenarkan hal itu.

Beberapa rekan narapidana bergabung dengan Wagner.

Baca juga: Pemimpin Wagner Rusia Akui Bentuk IRA untuk Intervensi Pemilu AS dan Cegah Propaganda Barat

Awalnya sukarela, kata Farukh, tapi sekarang dia khawatir para tahanan akan dipaksa berperang.

"Awalnya, saya juga mempertimbangkan untuk pergi karena semua orang mengira Rusia lebih kuat, bahwa Rusia akan menang - mungkin dalam satu bulan, tiga bulan atau dalam satu tahun."

"Tapi sekarang kita melihat berapa banyak orang yang sekarat di sana."

"Jika mereka menyuruh saya pergi dan saya menolak, maka mereka dapat menyatakan bahwa saya menentang Rusia," ungkap Farukh.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini