Saudi Press Agency mengonfirmasi perjanjian tersebut bersamaan dengan pernyataan bersama dari Arab Saudi dan Iran.
Dikatakan kedua negara telah sepakat untuk menghormati kedaulatan negara dan tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing.
Pernyataan itu juga mengatakan Riyadh dan Teheran telah sepakat untuk mengaktifkan perjanjian kerja sama keamanan yang ditandatangani pada 2001, lapor Guardian.
Iran dan Arab Saudi telah mengadakan putaran pembicaraan sebelumnya di Irak dan Oman.
Baca juga: Putra Mahkota Arab Saudi Luncurkan Maskapai Riyadh Air dengan 100 Tujuan Penerbangan
Pernyataan bersama tersebut memuji Presiden China Xi Jinping atas “inisiatif mulia” untuk menyatukan Arab Saudi dan Iran.
Xi mengunjungi Arab Saudi pada Desember tahun lalu, dan pada Februari bertemu dengan Presiden Iran Ebrahim Raisi di China.
Analis mengatakan peran China dalam mengamankan perjanjian itu seharusnya tidak membuat khawatir para pembuat kebijakan di Washington, yang telah menjadikan persaingan dengan Beijing sebagai prioritas kebijakan utama .
Dina Esfandiary, penasihat senior Timur Tengah dan Afrika Utara di wadah pemikir International Crisis Group, mengatakan detente akan “meningkatkan stabilitas regional secara potensial”, yang juga merupakan tujuan kebijakan Washington.
Ia menambahkan AS tetap menjadi mitra keamanan pilihan bagi negara-negara Teluk Arab.
“Karena pengaruh ekonomi yang dimiliki China di kawasan ini, kepentingannya pasti semakin meningkat,” kata Esfandiary kepada Al Jazeera.
Baca juga: China Sukses Damaikan Arab Saudi dengan Iran, Ini 7 Penyebab Arab Saudi & Iran Bermusuhan Selama Ini
Ia menambahkan, kekhawatiran jangka panjang bagi AS adalah meningkatnya pengaruh China pada akhirnya dapat mengurangi pengaruh Washington atas sekutu-sekutu Teluknya.
Pemulihan hubungan dapat membantu Teheran memecahkan isolasi ekonominya, dengan para pejabat Saudi sudah berbicara tentang memulai investasi di Iran setelah kesepakatan itu dilaksanakan.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)