TRIBUNNEWS.COM - Pihak Gereja Ortodoks Ukraina menolak penggusuran tempat ibadah yang memicu perkelahian pada Kamis (30/3/2023).
Ketegangan atas kehadiran Gereja Ortodoks Ukraina (UOC) di biara Kyiv-Pechersk Lavra yang berusia 980 tahun telah meningkat sejak invasi Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022.
Ukraina menuduh UOC mempertahankan hubungan dengan Gereja Ortodoks Rusia, yang telah mendukung invasi Moskow ke Ukraina.
UOC mengatakan telah memutus semua hubungan dengan Gereja Rusia pada Mei 2022.
Namun, masyarakat Ukraina tetap menyerbu gereja itu pada Kamis, setelah tenggat waktu meninggalkan biara itu habis pada Rabu (28/3/2023), dikutip dari Al Jazeera.
Baca juga: Ukraina Jatuhkan Sanksi ke 22 Warga Rusia Terkait Gereja Ortodoks
Saat kerusuhan, anggota UOC menolak perwakilan komisi pemerintah yang ingin masuk dan memeriksa bangunan di kompleks biara berkubah emas yang luas itu.
Tak lama kemudian, terjadi baku hantam dan tidak ada yang terluka.
Menteri Kebudayaan Ukraina, Oleksandr Tkachenko, mengutuk perlakuan brutal terhadap anggota komisi.
Dia mengatakan dalam sebuah pernyataan, pemerintah Ukraina telah mengajukan pengaduan kepada polisi dan upaya untuk memeriksa gedung akan dilanjutkan pada hari Jumat (31/3/2023).
Wakil kepala badan negara Ukraina yang bertanggung jawab atas UOC, awal bulan ini mengatakan, sebuah komisi pemerintah sedang dibentuk untuk membuat keputusan atas pertanyaan yang berkaitan dengan perjanjian sewa UOC di biara.
Pemerintah mengklaim, para biksu melanggar sewa mereka dengan membuat perubahan pada situs bersejarah dan pelanggaran teknis lainnya.
Para biksu dari UOC membantah adanya pelanggaran, menyebut klaim tersebut sebagai dalih.
Baca juga: Pendeta Gereja Ortodoks Rusia Berkati Prajurit dengan Air Suci di Garis Depan Ukraina
Gereja Ortodoks Ukraina Dituduh Jadi Simpatisan Rusia
Pemerintah Ukraina telah menindak UOC atas hubungan historisnya dengan Gereja Ortodoks Rusia, yang pemimpinnya, Patriark Kirill, telah mendukung Presiden Rusia Vladimir Putin dalam invasi ke Ukraina.
UOC bersikeras setia kepada Ukraina, mengecam invasi Rusia dan bahkan mendeklarasikan kemerdekaannya dari Rusia.
Namun, badan keamanan Ukraina mengklaim beberapa orang di gereja Ukraina telah mempertahankan hubungan dekat dengan Rusia.
Mereka telah menggerebek banyak tempat suci gereja dan kemudian memposting foto rubel, paspor Rusia, dan selebaran dengan pesan dari patriark Rusia sebagai bukti bahwa beberapa pejabat gereja setia kepada Rusia.
Baca juga: Wall Street Journal Minta Rusia Bebaskan Evan Gershkovich yang Dituduh Spionase untuk AS
"Jika pemerintah memaksa kami melakukannya secara ilegal, itu disebut totalitarianisme," kata kepala kantor pers UOC, dikutip dari BBC Internasional.
"Kami tidak membutuhkan negara atau pemerintahan seperti itu. Kami memiliki konstitusi dan undang-undang. Kami tidak menerima metode lain," lanjutnya.
Otoritas Ukraina menuduh beberapa anggota UOC diam-diam mendukung Rusia selama perang, meski beberapa dari mereka mengecam invasi Rusia.
Banyak komunitas Ortodoks di Ukraina telah memutuskan hubungan mereka dengan UOC, yang pernah menjadi salah satu sumber utama pengaruh Rusia di Ukraina, dikutip dari WTV Bam.
Mereka secara bertahap beralih ke saingannya Gereja Ortodoks Ukraina, setelah menerima pengakuan dari Patriark Ekumenis Konstantinopel, yang dianggap yang pertama di antara yang sederajat di antara para pemimpin gereja Ortodoks Timur tetapi tidak memiliki kekuatan universal seorang paus.
Rusia dan sebagian besar patriark Ortodoks lainnya menolak untuk menerima penunjukan yang meresmikan perpecahan dengan gereja Rusia.
Baca juga: Sudah Berapa Banyak Duit AS ‘Dibakar’ Untuk Bantu Ukraina Perangi Invasi Rusia?
Rusia Mengutuk Penggusuran UOC di Kyiv
UOC adalah gereja terbesar kedua di Ukraina.
Gereja Ortodoks Ukraina ini dibentuk empat tahun lalu dengan menyatukan cabang-cabang independen dari otoritas Rusia.
Rusia mengutuk dorongan Kyiv terhadap UOC sebagai kemarahan dan kejahatan.
“Tindakan seperti itu semakin menjerumuskan Ukraina ke Abad Pertengahan dalam arti yang paling buruk,” tulis juru bicara kementerian luar negeri Rusia, Maria Zakharova di aplikasi Telegram.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina