Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, KHARTOUM - Pertempuran sengit yang meletus di Sudan memasuki hari kedua setelah ketegangan yang terjadi selama berbulan-bulan antara kelompok paramiliter dan tentara negara itu berubah menjadi kekerasan.
Bentrokan di sekitar markas besar tentara dan istana presiden di ibukota Khartoum melibatkan senjata berat.
Ada juga laporan mengenai pertempuran yang terjadi ratusan mil jauhnya di kota Port Sudan di bagian timur dan di wilayah Darfur di bagian barat.
Baca juga: Populer Internasional: Konflik di Sudan - Hongaria Larang Impor Pertanian dari Ukraina
Sedikitnya 56 orang telah tewas dan hampir 600 lainnya terluka dalam bentrokan tersebut, menurut Komite Sentral Dokter Sudan.
"Sejak kemarin kami tidak dapat meninggalkan rumah sakit menuju rumah kami karena bentrokan terjadi di dekat rumah sakit dan orang-orang bersenjata dari tentara berkeliaran di dalam rumah sakit dengan senjata mereka," kata seorang dokter wanita di Khartoum, yang dikutip dari CNN.
"Kami berada dalam kondisi teror yang nyata dengan suara ledakan dan peluru, kami berkali-kali lolos dari maut," tambahnya.
Kepala paramiliter Sudan, Mohamed Hamdan Dagalo, mengklaim telah menguasai sebagian besar situs-situs resmi di Khartoum setelah bentrokan terjadi antara kelompok bersenjata mereka dan militer negara itu pada Sabtu (15/4/2023).
Pasukan Pendukung Cepat (RSF) pimpinan Dagalo merilis sebuah video yang menyatakan mereka telah berhasil menguasai bandara Meroe di bagian utara negara itu pada Minggu (16/4/2023).
Dagalo mengatakan kepada CNN, RSF telah menguasai istana kepresidenan, bandara Khartoum, dan markas besar Komando Umum.
Sementara pemimpin militer negara itu, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, membantah klaim Dagalo dan mengatakan bahwa militer telah mempertahankan kendali atas situs-situs pemerintah.
Ketika pertempuran terus berlanjut di Khartoum dan wilayah lain di Sudan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendesak semua pihak yang terlibat dalam konflik untuk menghormati netralitas pelayanan kesehatan dan memastikan akses tanpa batas ke fasilitas kesehatan bagi mereka yang terluka akibat pertempuran.
Lebih dari 83 orang telah terbunuh dan sedikitnya 1.126 orang terluka sejak 13 April "di seluruh Khartoum, Kordofan Selatan, Darfur Utara, Negara Bagian Utara, dan wilayah lainnya," kata organisasi tersebut, dengan mencatat bahwa "konsentrasi pertempuran terberat" saat ini berada di Kota Khartoum.
"Ada juga laporan-laporan mengenai kekurangan tenaga medis khusus, termasuk ahli anestesi," kata WHO dalam sebuah pernyataan pada Minggu.