TRIBUNNEWS.COM - Ukraina telah menarik duta besarnya untuk Belarusia sebagai protes atas pertemuan antara Presiden Belarus, Alexander Lukashenko, dan Kepala Republik Rakyat Donetsk (DPR) Rusia, Denis Pushilin.
Duta Besar Ukraina di Belarus, Ihor Kyzym, kembali ke Kyiv untuk 'konsultasi' setelah Belarus menunjukkan dukungan nyata kepada Rusia di Donetsk.
"Dalam hal ini, Kementerian Luar Negeri Ukraina membuat keputusan untuk memanggil kembali Duta Besar Ukraina untuk Republik Belarus, Ihor Kyzym, untuk konsultasi," tulis Kementerian Luar Negeri Ukraina pada Rabu (19/4/2023).
Donetsk merupakan satu dari empat wilayah Ukraina yang dianeksasi secara ilegal oleh Rusia pada September 2022.
Ukraina mengutuk pertemuan antara Presiden Alexander Lukashenko dan Denis Pushilin.
Baca juga: Ukraina Kritik Rencana Damai yang Diusung Brasil, Undang Presiden Lula Lihat Sendiri Dampak Invasi
Ukraina menggambarkannya sebagai tindakan tidak bersahabat yang mencolok oleh Belarus.
Pertemuan itu juga dianggap sebagai upaya untuk mengakui perwakilan administrasi pendudukan Rusia di Donetsk.
"Kami meminta Belarus untuk menahan diri dari langkah-langkah destruktif seperti itu dan menghentikan dukungan untuk tindakan Rusia di Ukraina," bunyi pernyataan Kementerian Luar Negeri Ukraina, Rabu (19/4/2023).
Baca juga: Presiden Belarus Tuduh Polandia Rencanakan Invasi, Ancam akan Sebar Nuklir Strategis Rusia
Presiden Belarus Dukung Rusia di Donetsk
Presiden Alexander Lukashenko menyambut Denis Pushilin ke ibu kota Belarusia, Minsk, pada Selasa (18/4/2023) dikutip dari News.
Itu adalah pertemuan resmi pertama mereka sejak DPR dianeksasi oleh Rusia pada bulan September 2022, bersama dengan Republik Rakyat Lugansk, Wilayah Kherson, dan Zaporozhye.
Presiden Belarusia itu menawarkan bantuan untuk pemulihan di DPR, yang menjadi medan pertempuran terberat selama perang antara Rusia dan Ukraina.
Presiden Alexander Lukashenko ingin kehidupan di Donetsk kembali normal, setelah dianeksasi oleh Rusia.
Militer Ukraina telah berulang kali menyerang Donetsk sejak 2014, ketika DPR menolak kekuasaan Ukraina, menyusul kudeta Maidan yang didukung Barat.
Bagian pemukiman dari ibukota daerah Donetsk telah menjadi salah satu daerah yang terkena dampak, yang sering mengakibatkan korban sipil.
“Ada banyak pekerjaan di depan,” kata Presiden Alexander Lukashenko selama pertemuan tersebut, menurut kantor berita BelTa.
“Perusahaan industri dan pertanian perlu dihidupkan kembali. Pada akhirnya, orang akan tinggal di sana, 100 persen. Dan orang-orang ini perlu diberi makan," katanya dengan yakin.
Oleh karena itu, kami siap memberikan semua bantuan yang diperlukan agar orang-orang yang tidak asing bagi kami akhirnya berhenti menderita," lanjutnya.
Baca juga: Rusia Latih Tentara Belarus Pakai Rudal Taktis, Jelang Penyebaran Senjata Nuklir
Hubungan Belarus dan Rusia
Belarus telah lama menjadi sekutu dekat Rusia, namun tidak berpartisipasi langsung dalam invasi Rusia di Ukraina.
Rusia dan Belarus membentuk pengelompokan militer bersama di wilayah Belarusi pada musim gugur 2022 lalu, untuk mengatasi ancaman yang dirasakan dari Barat.
Presiden Alexander Lukashenko menuduh negara-negara Barat ingin menyeret Belarusi ke dalam perang Ukraina untuk memperluas garis depan dan memperluas sumber daya pasukan Rusia.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengumumkan pada Maret 2023 lalu, Rusia bermaksud untuk menempatkan senjata nuklir taktis di Belarus pada awal musim panas ini, dikutip dari RT.
Keputusan ini diambil setelah Inggris berencana untuk memasok amunisi depleted uranium ke Ukraina.
Sebelumnya, Belarus telah berulang kali meminta Rusia untuk menyebarkan senjata nuklir di negaranya.
Belarus khawatir terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh senjata nuklir AS yang ditempatkan di negara-negara tetangganya.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Rusia VS Ukraina