TRIBUNNEWS.COM - Mantan Perdana Menteri (PM) Sudan, Abdalla Hamdok memperingatkan bahwa perang saudara di negara Afrika utara bisa menjadi mimpi buruk bagi dunia jika tidak segera dihentikan.
Dilansir Guardian, lebih dari 500 orang tewas sejak pertempuran meletus pada 15 April 2023.
Dua kelompok yang berkonflik yakni pasukan panglima militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan Mohamed Hamdan Daglo, lebih dikenal dengan nama Hemedti.
Hemedti merupakan pemimpin Pasukan Dukungan Cepat (RSF).
Sampai hari ini, sudah ada banyak gencatan senjata yang disepakati bersama tetapi tidak ada yang efektif.
Jumlah warga sipil yang tewas terus meningkat.
Baca juga: Konflik Terus Berlanjut, Kelaparan Mengintai Rakyat Sudan
Kekacuan serta pelanggaran hukum juga mencengkeram Ibu Kota, Khartoum.
Di kota berpenduduk lima juta jiwa itu, banyak orang yang terjebak di rumah tanpa makanan, air, dan listrik.
Sekitar 75.000 orang telah mengungsi akibat pertempuran di Khartoum serta di negara bagian Blue Nile dan Kordofan Utara, dan wilayah barat Darfur, menurut PBB.
Pertempuran itu juga memicu eksodus massal orang asing dan staf internasional.
Cerita WNI di Sudan, tiap hari dengar tembakan
Pelajar Warga Negara Indonesia (WNI) di Sudan, Aribah sudah dievakuasi ke Asrama Haji Pondok Gede Jakarta pada Jumat (28/4/2023).
Mahasiswi International University of Africa (IUA) semester tiga itu mengisahkan kelamnya kondisi perang yang terjadi di Khartoum, ibu kota Sudan.
Baca juga: Suara Tembakan Setiap Hari di Khartoum Sudan Bikin Mahasiswa Indonesia Parno hingga Sulit Tidur
"Suara tembakan itu bikin parno dan sulit tidur, terjadi terus menerus setiap hari," cerita Aribah kepada Tribun Network.