Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Duta Besar Sudan untuk Indonesia, Yassir Mohamed Ali, membantah konflik yang terjadi di negara sebagai perang saudara.
Namun dia menyebut perang ini merupakan perang antara antara militer Sudan (Sudan Armed Forces/SAF) dan kelompok paramiliter yang disebut Rapid Support Force (RSF).
"Tidak benar untuk menggambarkan apa yang sedang terjadi sebagai perang saudara karena beberapa orang secara keliru melihatnya," kata Yassir pada konferensi pers di rumah tugas Dubes Sudan di Jakarta, Rabu (3/5/2023).
Baca juga: Perang Saudara di Sudan, SAF dan RSF Setuju Gencatan Senjata 7 Hari
Perang keduanya terjadi sejak Sabtu, 15 April 2023.
Dubes Sudan mengklaim bahwa tindakan yang dilakukan SAF merupakan tindakan yang tidak terhindarkan terhadap kelompok pemberontak bersenjata, yang memiliki upaya kudeta dan mengendalikan semua lokasi strategis di Khartoum.
Khartoum sendiri memiliki hampir 8 juta penduduk.
Dubes Sudan juga menyebut ada campur tangan negara barat dalam pemberontakan yang dilakukan RSF.
"Kementerian Luar Negeri telah mengeluarkan beberapa kecaman atas pelanggaran mencolok terhadap misi diplomatik, personel dan propertinya oleh RSF," ujarnya.
Yassir mengatakan dalam manifestasi lain dari pelanggaran mereka, Pasukan Dukungan Cepat “RSF”, telah melakukan beberapa kekejaman.
Salah satu yang terburuk di antara mereka adalah merekrut anak-anak sebagai tentara.
"RSF, dengan sumber dayanya yang besar, tidak pernah membangun satu sekolah pun di Darfur atau di mana pun di Sudan, mereka lebih suka menarik anak-anak dari keluarga miskin untuk didaftarkan sebagai tentara, yang merupakan pelanggaran mencolok terhadap hak asasi manusia," ujarnya.