Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Antonio Guterres mengatakan hanya ada sedikit kemungkinan Ukraina dan Rusia akan duduk di meja perundingan dalam waktu dekat.
Ia mencatat, kedua negara masih meyakini bahwa mereka dapat mencapai tujuan secara militer.
"Sayangnya, saya meyakini bahwa negosiasi perdamaian tidak mungkin dilakukan saat ini. Rusia tampaknya tidak mau 'menarik diri dari wilayah yang didudukinya saat ini' sementara Ukraina berharap untuk merebutnya kembali' secara paksa," kata Guterres, dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Senin lalu.
Dikutip dari Russia Today, Kamis (11/5/2023), ia menambahkan bahwa terlepas dari keadaan, PBB tetap melakukan semua yang bisa dilakukan untuk membuat Ukraina dan Rusia mau bernegosiasi.
Ia mengutip kesepakatan biji-bijian yang masa depannya saat ini tergantung pada keseimbangan, karena Rusia menolak untuk memperbaharuinya setelah 18 Mei mendatang sebagai 'inisiatif paling penting' sejauh ini.
Menurut Guterres, perwakilan tingkat tinggi sedang berupaya untuk mengatur pertemuan pihak-pihak yang terlibat dalam rencana dialog di Turki untuk memperpanjang kesepakatan.
Menurutnya, sikap keberatan Rusia dapat dibenarkan, dan menambahkan bahwa meskipun ekspor makanan dan pupuk dari negara tersebut tidak dikenai sanksi, namun hal itu secara efektif diblokir oleh 'hambatan tidak langsung yang masih ada'.
Berbicara kepada Türkiye's Haberturk TV pada hari Minggu lalu, Penasihat Utama Kepresidenan Turki untuk Kebijakan Luar Negeri, Ibrahim Kalin berpendapat bahwa 'perang ini tidak akan berakhir dengan perolehan posisi, namun dengan perjanjian keamanan baru antara dua blok global'.
Ia berargumen bahwa konflik saat ini secara efektif adalah konflik antara Rusia dan kolektif Barat yang menggemakan posisi Rusia.
"Perang ini bukan antara Rusia dan Ukraina, namun antara Rusia dan blok Barat, Perang Dingin 2.0," jelas Kalin.
Ia mencatat bahwa kini hanya ada sedikit kesempatan untuk berdialog, karena 'iklim internasional saat ini lebih mendukung perang daripada perdamaian'.
Baca juga: Inggris Akan Kirim Rudal Jarak-jauh ATACMS ke Ukraina, Peperangan Bakal Melebar ke Wilayah Rusia
Sementara itu pada hari yang sama, Mantan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Henry Kissinger mengatakan bahwa konflik di Ukraina mungkin mendekati titik balik.
Diplomat veteran itu meramalkan bahwa pembicaraan damai di bawah naungan China mungkin akan berlangsung pada akhir 2023.
Uni Eropa (UE) dan AS secara cepat mengabaikan rencana perdamaian 12 poin yang diusulkan oleh China pada peringatan konflik tersebut.
Baca juga: Rusia Hanya Pamerkan 1 Tank di Hari Kemenangan, Ukraina: Semoga Beruntung Tank Kecil yang Kesepian
Sedangkan Presiden Rusia Vladimir Putin menyambut baik beberapa elemen dari dokumen tersebut.
Begitu pula dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy yang setuju dengan beberapa poinnya, namun mempertahankan posisi untuk tidak bernegosiasi dengan pemerintahan Putin.