Upaya terakhirnya terjadi pada bulan Mei lalu, ketika dia meminta bantuan seorang teman untuk mencekiknya hingga meninggal.
Teman itu setuju untuk melakukannya dengan bayaran 34.000 yuan (Rp70 juta).
Baca juga: Permintaan Suntik Mati Wanita Kolombia Dibatalkan, Sang Anak: Kami Siap Perjuangkan Martabatnya
Namun, pada akhirnya temannya itu tidak dapat melakukan hal tersebut.
“Aku benar-benar tidak bisa memaksakan diri untuk melakukan ini. Jika kita adalah musuh, itu mungkin berbeda. Tapi kami berteman. Saya tidak bisa melakukannya," katanya melalui WeChat, menurut tangkapan layar yang diterbitkan oleh situs berita ThePaper.cn.
Kisah Li telah memicu perdebatan tentang eutanasia di media sosial China daratan.
“Kita harus melegalkan euthanasia sehingga pasien yang sakit parah memiliki pilihan untuk pergi dengan bermartabat, tanpa menambah beban bagi keluarga dan orang di sekitar mereka,” kata seorang warganet.
“Beberapa orang benar-benar kesakitan, dan hukum harus mempertimbangkan perasaan orang-orang ini,” ujar yang lainnya setuju.
Namun, yang lain menunjukkan potensi merugikan dari melegalkan eutanasia.
“Jika eutanasia dilegalkan, beberapa orang yang tidak ingin mati mungkin dipaksa melakukannya oleh keluarganya untuk meringankan beban,” kata seorang pengguna media sosial.
Yang lain berkata: "Bahkan jika eutanasia dilegalkan, banyak orang masih tidak mampu membelinya."
Di China, di mana eutanasia tidak diizinkan secara hukum, penderitaan fisik dan beban keluarga kadang-kadang membuat pasien dengan penyakit yang tidak bisa disembuhkan, mengambil tindakan ekstrem.
Pada tahun 2017, seorang wanita lumpuh ditemukan terbaring di tempat tidur di provinsi Zhejiang, China timur.
Baca juga: Susah Pasang Infus Suntik Mati, Eksekusi Napi Pembunuhan di AS Ini Dibatalkan
Ia diduga bunuh diri dengan menelan racun tikus dengan bantuan suami, anak perempuan dan menantu laki-lakinya.
Dalam proses hukum selanjutnya, suami dan menantunya dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dengan masa percobaan lima tahun.