Maret 2012 — Menyusul pemilihan kembali dan pelantikan Presiden Vladimir Putin, protes massal pecah di Moskow dan di tempat lain.
Navalny menuduh tokoh-tokoh kunci, termasuk Wakil Perdana Menteri Igor Shuvalov dan pemimpin kuat Chechnya, Ramzan Kadyrov, melakukan korupsi.
Baca juga: Roman Abramovich Diracun, Inggris Ungkit Peran Intelijen Rusia yang Racun Alexei pada 2018 Lalu
Juli 2012 — Komite Investigasi Rusia menuntut Navalny atas penggelapan yang melibatkan Kirovles, sebuah perusahaan kayu milik negara di wilayah Kirov.
Navalny saat itu menjabat sebagai penasihat gubernur setempat.
Ia menyangkal tuduhan itu karena bermotif politik.
Desember 2012 - Komite Investigasi meluncurkan penyelidikan lainnya atas dugaan penggelapan di anak perusahaan Rusia Yves Rocher yang terkait dengan Navalny, sebuah perusahaan kosmetik Prancis.
Navalny kembali mengatakan tuduhan itu bermotif politik.
2013 - Navalny mencalonkan diri sebagai walikota di Moskow.
Juli 2013 — Pengadilan di Kirov menghukum Navalny atas penggelapan dalam kasus Kirovles, menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara.
Petisi membebaskan Navalny dari tahanan sambil menunggu bandingnya, dan dia melanjutkan kampanyenya.
September 2013 — Hasil resmi menunjukkan Navalny berada di urutan kedua dalam pemilihan walikota di belakang Sobyanin, dengan 27 persen suara.
Kampanye pemilu dan penggalangan dananya berhasil mengumpulkan 97,3 juta rubel, jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya dari pendukung individu.
Baca juga: Profil Alexei Navalny, Pemimpin Oposisi Rusia Kritikus Putin, Dinyatakan Bersalah atas Penipuan
Oktober 2013 - Pengadilan menjatuhkan hukuman percobaan kepada Navalny dalam kasus Kirovles.
Februari 2014 — Navalny ditempatkan di bawah tahanan rumah sehubungan dengan kasus Yves Rocher dan dilarang menggunakan internet.