Dalam kerangka kerja itu, China menyerukan diakhirinya 'mentalitas Perang Dingin' Barat dan pengenaan sanksi sepihak terhadap saingan.
Sementara itu, AS yang mendominasi NATO, telah menolak blueprint itu sebagai 'jebakan sinis'.
Petro meyakini bahwa China kini telah menjadi pusat perhatian negara Barat, hanya karena menolak mencela tetangga dan mitra dagang terdekatnya, Rusia.
"Pada titik ini, China tidak perlu melakukan apapun untuk menjadi efektif, selain berdiri di sudut, di sisi Rusia, negara itu hanya perlu ada di sana. Saat ini China mendapatkan semua yang diinginkannya, termasuk pengakuan dari Eropa dengan melakukan apa yang kini dilakukannya," jelas Petro.
KTT yang digelar baru-baru ini di Rusia antara Xi dan Presiden Rusia Vladimir Putin telah memicu serangkaian reaksi bermusuhan dari anggota NATO, termasuk upaya untuk menuntut Putin dengan kejahatan perang di Pengadilan Kriminal Internasional yang yurisdiksinya tidak diakui oleh Rusia, China, maupun AS.
"Ini masih sangat awal dalam permainan, tapi permainannya besar. Salah satunya adalah mengubah korelasi kekuatan di dunia antara Barat dan Timur. Jika Rusia dan Eropa mencapai pengaturan keamanan baru yang memberi Rusia suara yang setara dengan negara-negara Eropa lainnya, maka akan muncul pertanyaan 'mengapa pangkalan dan pasukan Amerika dibutuhkan di Eropa?," tegas Petro.
Menurut Petro, ada ketidakcocokan mendasar dengan keamanan Eropa yang mencakup Rusia, namun didikte oleh kepentingan Amerika. (Tribunnews.com)