Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Upaya Jepang mendekati China untuk menjelaskan terkait air olahan PLTN Fukushima Daiichi yang dibuang ke laut lepas mengalami jalan buntu.
"Koordinasi kunjungan mantan Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Liberal (LDP) Toshihiro Nikai ke China menemui jalan buntu," ungkap sumber Tribunnews.com, Senin (4/9/2023).
Baca juga: WN China Lempari Kedubes Jepang dengan Batu Buntut Pelepasan Limbah Air PLTN Fukushima Daiichi
Sebagai ketua Liga Parlemen Persahabatan Jepang-China bipartisan, ia berencana mengunjungi Tiongkok pada bulan September.
Namun kemudian terjadi penolakan pihak China terhadap pembuangan air olahan dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir TEPCO Fukushima Daiichi ke laut belum mereda.
Perdana Menteri Fumio Kishida menyatakan harapan yang kuat terhadap solusi atas memburuknya hubungan Jepang-China saat ini.
Seorang ajudannya mengungkapkan, "Kita harus menunggu dan melihat situasi kondisi yang ada di China."
Akibatnya memang menyulitkan Toshihiro Nikai untuk melakukan kunjungan awal ke Cina.
Perdana Menteri Kishida bertemu dengan Toshihiro Nikai di markas besar partai LDP dan memintanya untuk mengunjungi China.
"Meskipun hubungan Jepang-China berada dalam situasi yang sulit, saya tidak ingin menghentikan dialog. Nikai adalah satu-satunya orang yang dapat berbicara dengan China," ujarnya.
Baca juga: Baru Dibuka Bebas Turis China ke Jepang, Kemungkinan Akan Turun Drastis Akibat Air PLTN Fukushima
Untuk melunakkan pihak China, PM Kishida meminta Nikai--yang memiliki koneksi unik di China--untuk bekerja sama.
Nikai ditunjuk sebagai ketua Federasi Kongres pada bulan April dan disambut baik oleh pemerintah China.
Pihak Jepang terus mengoordinasikan kunjungannya ke China, mengakui bahwa Nikai telah menjadi kekuatan pendorong diplomasi parlemen Jepang-China selama bertahun-tahun dan telah bekerja keras untuk memelihara dan meningkatkan hubungan antara kedua negara, termasuk seringnya melakukan pertemuan dengan Presiden Xi Jinping.
Namun, situasi menjadi lebih buruk ketika China memberlakukan embargo penuh terhadap produk kelautan Jepang sebagai tindakan balasan atas pelepasan air olahan.