Intelijen Rusia: AS Mau Lenyapkan Para Pengguling Presiden Niger Pakai Agen Khusus Pentagon
TRIBUNNEWS.COM - Badan Intelijen Luar Negeri Rusia (SVR), mengklaim laporan yang menyebut pemerintah Amerika Serikat (AS) sedang mempertimbangkan langkah-langkah melenyapkan para pemimpin pemerintahan militer baru di Niger.
Junta Militer di negara Afrika itu diketahui melakukan kudeta dan merebut kekuasaan pada akhir Juli.
Dipimpin oleh Jenderal Abdourahamane Tchiani, junta militer kemudian menetapkan Ali Mahamane Lamine Zeine, mantan meneri keuangan negara itu, sebagai perdana menteri baru Niger di masa transisi.
Baca juga: Perang Besar Afrika di Depan Mata, Junta Militer Niger Tutup Akses, Staf Kedutaan AS Angkat Kaki
SVR menambahkan, meski Gedung Putih “tidak puas” pada kejadian di negara bekas jajahan Perancis tersebut, namun AS tidak ingin bergantung pada intervensi militer dari negara-negara tetangga Niger.
Hasil asessment yang dirilis oleh SVR pada Kamis (7/9/2023) itu juga menduga kalau Washington menganggap bahwa solusi ‘wetwork’ yang dilakukan oleh proksi (wakil khusus) akan lebih baik daripada tindakan militer yang dilakukan oleh Komunitas Ekonomi Negara-negara Afrika Barat (ECOWAS), kata badan Rusia tersebut.
Sebagai catatan, wetwork merujuk pada aksi 'pembersihan' atau 'pelenyapan', sedangkan proksi yang dimaksud adalah menggunakan tangan pihak lain untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Negara-negara yang terhimpun dalam ECOWAS memang sudah melontarkan ancaman akan menyerang Niger untuk mengembalikan kekuasaan presiden terguling Mohamed Bazoum ke jabatannya.
Namun, hingga kini ECOWAS belum bertindak.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan pekan lalu bahwa negaranya akan mendukung tindakan militer yang dilakukan blok tersebut.
“Perwakilan dinas khusus Amerika sedang berdiskusi secara langsung dengan mitra yang potensial melakukan pembunuhan di Niger. Kandidat yang dipilih adalah orang-orang yang telah menerima “pelatihan khusus dari sekolah Pentagon” dan termasuk dalam lingkaran dalam para pemimpin transisi," demikian penilaian SVR atas situasi di Niger.
Russia Today melansir, badan intelijen AS, CIA memiliki catatan sejumlah percobaan pembunuhan di luar negeri.
"Pemimpin Kongo Patrice Lumumba dan pemimpin Kuba Fidel Castro menjadi sasaran berbagai rencana pembunuhan di AS, seperti yang diungkapkan oleh Komite Gereja pada tahun 1970an," tulis media tersebut.
AS sejatinya memiliki aturan untuk 'ikut campur' dalam urusan negara lain.
Presiden Gerald Ford secara eksplisit melarang pegawai pemerintah AS berpartisipasi dalam plot pembunuhan politik berdasarkan perintah eksekutif tahun 1976.
Presiden Jimmy Carter memperluas larangan tersebut pada tahun 1978, dengan menambahkan orang-orang yang “bertindak atas nama” Washington ke dalam perintah tersebut, sementara Presiden Ronald Reagan menghapus kata-kata “politik” pada tahun 1981.
“Sepertinya Gedung Putih telah memutuskan untuk menggunakan solusi lama dan, seperti yang mereka katakan, solusi yang telah teruji oleh waktu, setelah menghadapi apa yang mereka anggap sebagai kebangkitan geopolitik Afrika yang mengejutkan dan tidak menyenangkan,” klaim penilaian SVR.
Badan Rusia tersebut menyatakan bahwa pemerintah AS akan menganggap tindakan apa pun terhadap pemerintahan Niger sebagai “memperkuat demokrasi.”
(oln/RT/*)