TRIBUNNEWS.COM - Badai Daniel menghajar Libya pada akhir pekan lalu, mendorong pihak berwenang mengumumkan keadaan darurat ekstrem.
Dikutip dari BBC, sedikitnya 150 orang tewas akibat badai yang menyebabkan banjir besar di Libya timur itu.
Tujuh personel militer Libya hilang selama upaya penyelamatan yang sedang berlangsung.
Para pejabat di Libya timur telah memberlakukan jam malam, sementara sekolah-sekolah dan toko-toko diperintahkan tutup.
Baca juga: 11 Fakta Hujan Badai Terberat dalam 140 Tahun Guyur Hong Kong dan China Selatan
"Setidaknya 150 orang tewas akibat banjir dan hujan lebat yang diakibatkan badai Daniel di Derna, wilayah Jabal al-Akhdar dan pinggiran Al-Marj," kata Mohamed Massoud, juru bicara pemerintahan yang berbasis di Benghazi, Libya dilansir BBC.
Badai Daniel telah menghantam kota-kota timur Benghazi dan Sousse, serta Derna dan Al-Marj.
Kota Misrata di bagian barat juga termasuk salah satu kota yang dilanda banjir.
Sementara itu, pemerintah yang diakui secara internasional di ibu kota Tripoli mengarahkan semua lembaga negara untuk segera menangani kerusakan dan banjir.
Hal tersebut disampaikan oleh Abdulhamid Dbeiba, selaku perdana menteri.
Sementara PBB di Libya mengatakan pihaknya terus memantau badai tersebut dan akan memberikan bantuan darurat untuk mendukung upaya respons di tingkat lokal dan nasional.
Untuk diketahui, Libya telah terpecah menjadi dua pemerintahan yang saling bersaing sejak tahun 2014.
Perpecahan tersebut terjadi usai tewasnya pemimpin lama Libya, Muammar Gaddafi, pada tahun 2011.
Pekan lalu, Badai Daniel melanda Yunani, Turki, dan Bulgaria, menewaskan lebih dari selusin orang.
Diperkirakan Badai Daniel mencapai Mesir barat pada hari Senin (11/9/2023) waktu setempat.