TRIBUNNEWS.COM - Taiwan telah meluncurkan kapal selam buatan dalam negeri untuk menangkis kemungkinan serangan dari Tiongkok.
Kapal selam baru yang diberi nama Haikun tersebut diharapkan dapat meningkatkan pertahanan Taiwan.
Dilansir BBC International, Presiden Taiwan, Tsai Ing-wen, memimpin upacara peluncuran kapal selam itu di Pelabuhan Kaohsiung pada hari Kamis (28/9/2023).
Sebelumnya, para pejabat Amerika Serikat (AS) telah memberi peringatan bahwa Tiongkok secara militer mampu melakukan invasi terhadap Taiwan dalam beberapa tahun ke depan.
Baca juga: Reaksi Tiongkok usai Filipina Berulah di Laut China Selatan, Menlu Wang Wenbin: Jangan Provokasi
Taiwan merupakan sebuah wilayah yang mempunyai syarat-syarat sebagai negara berdaulat.
Namun mereka tidak mempunyai kedaulatan di dunia internasional karena kurangnya pengakuan dan dukungan diplomatik.
Sampai sekarang, Taiwan pun masih dianggap oleh Tiongkok sebagai provinsi pemberontak dan mereka berjanji akan merebutnya kembali suatu hari nanti.
Perselisihan kedua negara itu telah dimulai sejak tahun 1949, setelah Taiwan menjadi tempat pelarian terakhir pasukan nasionalis (Kuomintang) yang dipimpin Chiang Kai-shek.
Saat itu, Kuomintang kalah perang saudara dari pasukan komunis (PKT) pimpinan Mao Zedong.
Sementara itu, sebagian besar pengamat yakin Tiongkok tidak akan segera menyerang pulau tersebut.
Beijing pun mengatakan pihaknya mengupayakan "penyatuan kembali" secara damai dengan Taiwan.
Tetapi pada saat yang sama mereka juga memperingatkan agar Taiwan tidak secara resmi mendeklarasikan kemerdekaannya dan tidak menerima dukungan asing.
Tiongkok makin berupaya untuk memberikan tekanan pada Taiwan dengan melakukan latihan militer di Selat Taiwan, termasuk beberapa latihan yang dilakukan bulan ini.
"Sejarah akan selamanya mengingat hari ini," kata Tsai sambil berdiri di depan kapal selam yang menjulang tinggi dan berlambang bendera Taiwan dikutip dari BBC International.
Ia menambahkan bahwa gagasan kapal selam buatan dalam negeri sebelumnya dianggap sebagai "tugas yang mustahil… tapi kami berhasil [melakukannya]".
Menurut pejabat militer Taiwan, kapal selam bertenaga diesel senilai 1,54 miliar dolar AS itu akan menjalani beberapa pengujian, lalu dikirim ke angkatan laut pada akhir tahun 2024.
Nama Haikun untuk kapal tersebut diambil berdasarkan mitos ikan besar yang bisa terbang, yang muncul dalam literatur klasik Tiongkok. Sementara itu, satu kapal lain sedang dalam tahap produksi.
Taiwan sendiri berencana untuk mengoperasikan armada yang terdiri dari 10 kapal selam, termasuk dua kapal tua buatan Belanda, dan melengkapinya dengan rudal.
Kepala program kapal selam domestik, Laksamana Huang Shu-kuang, mengatakan kepada wartawan pekan lalu bahwa tujuannya adalah untuk menangkis segala upaya Tiongkok untuk mengepung Taiwan, melakukan invasi atau memberlakukan blokade laut.
Menurutnya, langkah ini juga akan memberi waktu sampai pasukan AS dan Jepang tiba untuk membantu pertahanan Taiwan.
Membangun kapal selam sendiri telah lama menjadi prioritas utama para pemimpin Taiwan.
Namun program ini dikebut di bawah kepemimpinan Tsai yang telah meningkatkan belanja militer hingga hampir dua kali lipat lebih banyak.
Belum Ada Apa-apanya
Namun 10 kapal selam milik Taiwan masih belum ada apa-apanya apabila dibandingkan dengan 60 kapal selam milik Tiongkok.
Namun pulau ini telah lama menerapkan strategi peperangan asimetris yang bertujuan untuk membangun kekuatan pertahanan yang lebih gesit untuk menghadapi musuh yang lebih besar dan memiliki sumber daya yang baik.
Kapal selam tersebut dapat "membantu angkatan laut Taiwan yang relatif kecil dalam mengambil inisiatif melawan angkatan laut Tiongkok yang perkasa".
Mereka dapat melakukan "perang gaya gerilya dengan kemampuan sembunyi-sembunyi, mematikan, dan mengejutkan", kata William Chung, peneliti militer di Institut Penelitian Pertahanan dan Keamanan Nasional di Taiwan.
Secara khusus, katanya, senjata tersebut dapat membantu mereka menjaga berbagai selat yang menghubungkan apa yang disebut "rantai pulau pertama".
Itu merupakan sebutan untuk jaringan pulau-pulau yang menghubungkan Taiwan, Filipina, dan Jepang yang dimungkinkan sebagai medan pertempuran dengan Tiongkok.
(Tribunnews.com/Deni)