TRIBUNNEWS.COM - Bus terakhir yang membawa etnis Armenia untuk meninggalkan Nagorno-Karabakh telah berangkat, Senin (2/10/2023).
Keberangkatan bus tersebut, sekaligus menutup eksodus besar-besaran lebih dari 100.000 etnis Armenia sejak wilayah tersebut diambil alih Azerbaijan, The Independent melaporkan.
15 penumpang dengan penyakit serius dan masalah mobilitas ikut di dalam bus tersebut, kata Gegham Stepanyan, ombudsman hak asasi manusia Nagorno-Karabakh.
Pihak berwenang Armenia mengatakan, bahwa 100.514 orang – atau 85 persen penduduk – telah menyeberang ke Armenia dari Nagorno-Karabakh.
Nagorno-Karabakh diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, tetapi telah beroperasi sebagai negara de facto selama beberapa dekade setelah runtuhnya Uni Soviet.
Saat bus terakhir berangkat, muncul video yang menunjukkan jalan-jalan sepi di kota utama Stepanakert, atau Khankendi seperti yang dikenal di Azerbaijan.
Baca juga: 53 Ribu Penduduk Nagarno-Karabakh Kabur ke Armenia, Takut Penganiayaan dan Konflik Etnis
Kereta bayi kosong, tempat tidur bayi, skuter anak-anak, dan kursi-kursi terlihat berserakan di jalan utama, tempat puluhan ribu orang berkumpul menunggu bus dan mobil.
Pos pemeriksaan polisi Azerbaijan telah didirikan di pinggiran kota, dan pasukan penjaga perdamaian Rusia masih berjaga di pangkalan mereka di pinggiran kota.
Kota Hantu
Penduduk yang melarikan diri dalam beberapa hari terakhir mengatakan kepada The Independent bahwa kota itu bagaikan “kota hantu”.
“Kami tidak tahu apa yang akan terjadi sekarang,” kata Lusine Barkhudaryan, mantan anggota pemerintahan, yang telah mencapai kota Goris di perbatasan Armenia.
Barkhudaryan mengatakan, dia hanya mengenal segelintir orang yang tetap tinggal, sebagian besar adalah orang lanjut usia karena mereka tidak punya tempat tujuan.
"Kami tidak bisa kembali. Semua hal yang kita ciptakan selama beberapa dekade telah hilang.”
Ribuan orang telah terbunuh selama lebih dari 30 tahun konflik Armenia-Azerbaijan, yang menyebabkan banyak keluarga di kedua belah pihak mengungsi.
10 bulan yang lalu, pemerintah di Baku, ibu kota Azerbaijan, memberlakukan pengepungan yang melumpuhkan wilayah Nagorno-Karabakh, membatasi akses terhadap makanan, bahan bakar, dan listrik.