TRIBUNNEWS.COM - Rumah sakit terbesar kedua di Gaza, RS Al-Quds menghentikan operasinya karena ketersediaan bahan bakar yang menipis.
Masyarakat Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) mengatakan RS Al-Quds harus berhenti beroperasional di tengah pengeboman yang terus dilakukan pasukan Israel di Gaza.
Pemboman yang terus terjadi di Gaza meningkatkan ketakutan bagi pasien dan warga sipil yang mengungsi di RS Al-Quds.
“Rumah sakit dibiarkan mengurus dirinya sendiri di bawah pemboman Israel yang terus-menerus, menimbulkan risiko besar bagi staf medis, pasien, dan warga sipil yang menjadi pengungsi,” kata PRCS dalam sebuah pernyataan pada hari Minggu, dikutip dari Al Jazeera.
Selain ketersediaan bahan bakar yang menipis, pemadaman listrik juga menjadi alasan penghentian operasional RS Al-Quds.
“Penghentian layanan ini disebabkan menipisnya ketersediaan bahan bakar dan pemadaman listrik," kata PCRS.
Baca juga: Rumah Sakit di Gaza Gelap Gulita akibat Serangan Israel, Netanyahu Masih Menolak Gencatan Senjata
Berbagai metode medis telah dilakukan oleh para staff medis untuk mengobati pasien dan korban luka di saat ketersediaan pasokan medis yang semakin menipis.
"Staf medis melakukan segala upaya untuk memberikan perawatan kepada pasien dan korban luka, bahkan menggunakan metode medis yang tidak konvensional di tengah kondisi kemanusiaan yang mengerikan dan kekurangan pasokan medis, makanan, dan air,” jelasnya.
Atas kehancuran total sistem layanan kesehatan di Gaza dan krisis kemanusiaan yang mengerikan di Gaza , PCRS meminta pertanggungjawaban komunitas internasional dan para penandatangan Konvensi Jenewa Keempat.
Juru bicara Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah, Tommaso Della Longa mengatakan Rumah Sakit al-Quds telah terputus dari dunia luar dalam enam hingga tujuh hari terakhir.
Baca juga: Kisah Relawan Indonesia di Gaza: Sehari Makan Sekali, Putuskan Tak Mau Dievakuasi
“Tidak ada jalan masuk, tidak ada jalan keluar,” jelas Tommaso Della Longa.
RS Al-Quds dan RS Al-Shifa merupakan 2 rumah sakit terbesar di Gaza.
Kedua rumah sakit tersebut saat ini ditutup untuk pasien baru.
Staf medis mengatakan pemboman Israel dan kurangnya bahan bakar dan obat-obatan menyebabkan mereka yang sudah dirawat bisa meninggal.
Saat ini, kedua RS tersebut dikepung oleh pasukan Israel.
Mereka mengatakan semakin banyak orang yang terbunuh dan terluka setiap hari, namun semakin sedikit tempat yang bisa dituju oleh korban luka.
Seorang ahli bedah plastik di Rumah Sakit al-Shifa mengatakan pemboman di gedung inkubator telah memaksa mereka untuk menjajarkan bayi prematur di tempat tidur biasa.
Mereka hanya menggunakan sedikit daya yang tersedia untuk menghidukan AC.
Sebagai informasi, dalam lima minggu terakhir, serangan Israel telah menewaskan lebih dari 11.000 orang di Gaza.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel Lain Terkait Konflik Palestina vs Israel