Markas Komando Hamas Cuma Ada 10 Senjata? Mata Ditutup, 200 Warga Palestina Dibawa ke Area Rahasia
TRIBUNNEWS.COM - Tank dan jet Israel dilaporkan terus membombardir Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza, Palestina, Kamis (16/11/2023).
Tentara Israel juga menhancurkan bangunan-bangunan di kompleks rumah sakit tersebut dengan buldoser ketika pasukan penyerang mereka melanjutkan pencarian mereka untuk menemukan “pusat komando Hamas.”
Sumber di dalam kompleks tersebut mengungkapkan pada Kamis, sekitar 200 warga Palestina dibawa dari kompleks tersebut ke “daerah yang tidak diketahui” oleh pasukan Israel setelah ditutup matanya dan diinterogasi.
Baca juga: Telanjangi Pengungsi Palestina, Tentara Israel Tak Temukan Bukti Infrastruktur Hamas di RS Al-Shifa
Bentrokan hebat tentara Israel dengan milisi perlawanan Palestina, juga dilaporkan terjadi di sekitar rumah sakit, di luar kompleks.
Selain itu, warga sipil yang tinggal di dekat kompleks tersebut mengatakan mereka tidak dapat mengungsi karena penembak jitu Israel mengincar mereka.
Setelah beberapa hari serangan terhadap Rumah Sakit Al-Shifa – termasuk memutus aliran listrik, air, dan oksigen – tentara Israel akhirnya berhasil menerobos kompleks medis pada Rabu malam, menyebabkan puluhan orang tewas.
Baca juga: Pasukan Israel Mundur dari Rumah Sakit Al-Shifa, Sniper dan Meriam Tank Tetap Mengarah ke Gedung
Markas Komando Hamas Cuma Punya 10 Senjata?
Penyerbuan tentara Israel ke dalam rumah sakit terjadi setelah adanya tuduhan samar dari para pejabat AS yang “mengkonfirmasi” klaim Israel kalau faksi perlawanan Palestina menggunakan rumah sakit tersebut untuk “mendukung operasi militer mereka dan menyandera.”
Meskipun mereka yakin, dibutuhkan waktu hampir 24 jam bagi pasukan Israel di dalam rumah sakit untuk memberikan “bukti” yang mendukung klaim mereka.
Namun, semua yang ditampilkan dalam video yang diterbitkan oleh tentara Israel dan dipublikasikan secara luas oleh media barat justru menimbulkan kecurigaan adanya drama dalam pengungkapan klaim bukti tersebut.
Sejauh yang diinformasikan, tentara Israel hanya menemukan tiga tas ransel yang menurut tentara Israel ditemukan tersembunyi di laboratorium MRI berisi senapan serbu, granat, seragam Hamas, dan jaket antipeluru, serta beberapa senapan serbu tanpa klip amunisi, beberapa walkie-talkie, satu laptop, dua mushaf Alquran, dan satu kotak kurma.
Beberapa di antara suara kritis di media sosial mengungkapkan, untuk sebuah markas komando organisasi yang mampu menciptakan kerusakan besar di Israel, bukti-bukti yang dipublikasikan itu terlalu 'remeh' dibanding konsekuensi kemanusiaan yang diterima para pasien dan staf medis atas aksi tentara Israel di rumah sakit tersebut selama berhari-hari pengepungan.
Satu di antara suara kritik, menyindir kalau saat dihitung, jumlah senjata yang ada di 'markas komando' Hamas hanya berjumlah 10 pucuk.
Drama yang Butuh Waktu
“Di rumah sakit, kami menemukan senjata, materi intelijen, serta teknologi dan peralatan militer,” kata juru bicara militer Israel Daniel Hagari kepada wartawan, Rabu.
“Kami juga menemukan markas operasional dengan peralatan komunikasi… milik Hamas.”
Ketika pertanyaan terus meningkat mengenai kebenaran informasi “intelijen” Israel, Hagari mengatakan kepada CNN pada Kamis kalau operasi militer di rumah sakit tersebut “masih berlangsung dan akan memakan waktu.”
Meskipun demikian, hampir dua hari setelah mengambil alih rumah sakit tersebut, tidak ada bukti yang menunjukkan adanya terowongan yang dikelola Hamas atau pusat komando militer.
Namun, pasukan Israel terus mengobrak-abrik rumah sakit tersebut dari dalam, dan laporan lokal mengatakan gedung operasi khusus telah hancur total.
Pada Kamis sore, direktur jenderal Rumah Sakit Gaza, Mohammed Zaqout, mengatakan para pejabat telah kehilangan semua koneksi dengan staf medis di Rumah Sakit Al-Shifa.
“Tuduhan Israel mengenai penggunaan Kompleks Medis Al-Shifa untuk tujuan militer (semestinya) tidak memerlukan pencarian dan penggerebekan selama berjam-jam. Oleh karena itu, ada kekhawatiran bahwa tentara mungkin menciptakan adegan buatan untuk drama baru,” ujar Rami Abdu , Ketua Pemantau Hak Asasi Manusia Euro-Mediterania, memperingatkan pada Rabu.
(oln/TC/*)