Facebook Izinkan Iklan Berbayar yang Serukan 'Holocaust' Terhadap Warga Palestina
TRIBUNNEWS.COM - Serangkaian iklan berbau hasutan yang menyerukan kekerasan dan genosida terhadap warga Palestina, dilaporkan lolos dan tayang di platform media sosial, Facebook.
Laporan dari Intercept menyebut, iklan tersebut secara terang-terangan melanggar kebijakan Facebook, berisi seruan eksplisit untuk “memusnahkan perempuan dan anak-anak Gaza” dan menuntut “Holocaust bagi rakyat Palestina”.
"Namun iklan tersebut lolos dari filter moderasi berbasis mesin di platform tersebut," tulis laporan itu dilansir Memo, Jumat (24/11/2023).
Baca juga: Algoritma TikTok Bikin Gerah AS, Tagar StandwithPalestine Tembus 3 Miliar, Apa Artinya?
Nadim Nashif, pendiri kelompok penelitian dan advokasi media sosial Palestina 7amleh, yang mengirimkan iklan uji tersebut ke Intercept, menyebut persetujuan terhadap iklan-iklan berbau hasutan ini hanyalah yang terbaru dari serangkaian kegagalan Meta terhadap rakyat Palestina,”
“Sepanjang krisis ini, kami telah melihat pola bias dan diskriminasi yang jelas dari Meta terhadap warga Palestina,” katanya kepada Intercept.
Iklan yang dikirimkan dalam bahasa Ibrani dan Arab tersebut, termasuk pelanggaran kebijakan yang mencolok bagi Facebook dan perusahaan induknya, Meta.
Beberapa berisi konten kekerasan yang secara langsung menyerukan pembunuhan warga sipil Palestina.
Ide untuk menguji sistem penyaringan konten otomatis Facebook muncul ketika Nashif melihat iklan di Facebook yang secara langsung menyerukan pembunuhan aktivis hak asasi manusia Palestina Paul Larudee.
Postingan bersponsor tersebut telah lolos dan disetujui oleh alat pembelajaran mesin Facebook yang seharusnya memoderasi konten berbahaya.
Meskipun iklan tersebut dihapus karena adanya keluhan dari pengguna, tetap saja menghadirkan pertanyaan tentang bagaimana postingan yang menyerukan pembunuhan diizinkan di platform tersebut.
Padahal, hasutan tersebut merupakan pelanggaran terhadap aturan Facebook itu sendiri.
Dipasang Kelompok Ultranasionalis Israel
Menurut Intercept, iklan yang menyerukan pembunuhan Larudee disponsori oleh Ad Kan, sebuah kelompok sayap kanan Israel yang didirikan oleh mantan personel militer dan intelijen Israel.
Menurut situs webnya, Ad Kan bertujuan untuk menargetkan “organisasi anti-Israel.”
Tahun lalu, audit eksternal menemukan kalau Facebook tidak memiliki algoritma untuk mendeteksi konten kekerasan berbahasa Ibrani terhadap orang Arab.
Meskipun terdapat jaminan perbaikan, temuan baru ini menunjukkan hal sebaliknya.
Spekulasi yang muncul adalah, alat AI yang banyak digembar-gemborkan Facebook yang dimaksudkan untuk mengekang ujaran kebencian tidak berfungsi, atau alat tersebut tidak digunakan ketika kelompok pro-Israel menyerukan pembunuhan dan genosida terhadap warga Palestina.
“Kami mengetahui dari contoh yang terjadi pada warga Rohingya di Myanmar bahwa Meta memiliki rekam jejak yang tidak berbuat banyak untuk melindungi komunitas yang terpinggirkan dan bahwa sistem pengelola iklan mereka sangat rentan,” kata Nashif.
Mengaku Tidak Sengaja
Sementara itu, Facebook secara agresif menyensor konten berbahasa Arab hanya berdasarkan dugaan pelanggaran kebijakan.
Perbedaan antara kebijakan berbahasa Arab dan Ibrani telah menimbulkan pertanyaan meresahkan tentang ketidakberpihakan Facebook dan bias anti-Palestina.
Juru bicara Facebook Erin McPike mengklaim bahwa iklan tersebut disetujui secara tidak sengaja.
“Meskipun investasi kami sedang berlangsung, kami tahu bahwa akan ada contoh hal-hal yang kami lewatkan atau kami hapus karena kesalahan, karena baik mesin maupun manusia melakukan kesalahan,” katanya.
“Itulah sebabnya iklan dapat ditinjau beberapa kali, termasuk setelah ditayangkan.”
Bagi warga Palestina, hal ini merupakan bukti terbaru bahwa platform sosial yang dominan di dunia secara selektif menerapkan aturan dalam melindungi kehidupan dan martabat mereka.
"Dan di lingkungan yang penuh dengan kebencian etnis, implikasi nyata dari standar ganda tersebut bisa berakibat fatal, seperti yang terlihat di Myanmar di mana postingan di Facebook dikatakan berperan dalam genosida terhadap Muslim Rohingya," tulis ulasan Memo.
(oln/intrcpt/memo)