Puluhan Ribu Warga Palestina Potensial Menyeberangi Sungai Jordan, Perjanjian Damai Yordania-Israel Bisa Bubar
- Skenario Pengusiran Warga Palestina dari Gaza oleh Israel Bikin Yordania Gerah
- Amman menganggap, aksi Israel memaksa warga Palestina pergi dari rumah mereka akan mendorong gelombang pengungsi yang merembes ke wilayah teritorial negara tetangga.
- Aksi Israel ini dianggap Yordania sebagai tindakan yang memantik Deklarasi Perang
TRIBUNNEWS.COM - Negara-negara tetangga Palestina, seperti Mesir dan Yordania, mencium gelagat yang sangat kentara atas maksud Israel merelokasi warga Palestina di Gaza dalam agresi militer mereka ke wilayah kantung tersebut dalam memerangi Hamas.
Bagi Mesir dan Yordania, pengusiran warga Palestina di Gaza lewat bombardemen tanpa pandang bula, akan memaksa pengungsi mencari lokasi aman, termasuk melintasi batas negara yang dianggap mengganggu kedaulatan.
Baca juga: Ogah Tampung Warga Gaza yang Diusir Israel, PM Mesir: Kami Siap Korbankan Jutaan Nyawa
Sikap itu kembali ditegaskan Yordania lewat sang pemimpin, Raja Abdullah yang menolak apapun upaya Israel untuk memindahkan warga Gaza dari wilayah mereka.
Raja Abdullah mengatakan, dunia harus mengutuk setiap upaya Israel untuk menciptakan kondisi yang akan memaksa warga Palestina untuk mengungsi di Jalur Gaza atau di luar perbatasannya yang hancur akibat perang.
Menurut laporan Reuters, Selasa (5/12/2023), dalam pernyataan yang disampaikan oleh media pemerintah setelah pertemuan dengan Presiden Siprus di Amman, Raja kembali menyerukan gencatan senjata segera dan memperingatkan kalau bombardemen Israel yang tiada henti akan menyebabkan “kemunduran yang berbahaya” dalam situasi tersebut.
Baca juga: PM Yordania: Pengusiran Warga Palestina dari Gaza Kami Anggap Sebagai Deklarasi Perang
Pembicaraan Raja Abdullah dengan Presiden Siprus, Nikos Christodoulides, berfokus pada perlunya meningkatkan upaya penyampaian bantuan kemanusiaan dan bantuan kepada warga sipil yang tinggal di Gaza.
Raja Abdullah telah melobi para pemimpin Barat untuk memberikan tekanan pada Israel agar mengizinkan aliran bantuan tanpa gangguan dan membuka penyeberangan yang dikontrolnya untuk memberikan bantuan yang diperlukan dalam jumlah yang cukup.
Israel kini mengendalikan volume dan sifat bantuan yang masuk ke Gaza yang ditujukan untuk lebih dari 2,3 juta penduduk yang terkepung, menurut pejabat PBB dan pekerja kemanusiaan.
Para pejabat UNRWA mengatakan hanya sedikit bantuan bagi Gaza yang dapat disalurkan melalui perbatasan Rafah dengan Mesir, yang menurut LSM dan pejabat hanya dapat memenuhi sebagian kecil dari kebutuhan tersebut.
Baca juga: Gaza Selatan Berkobar: Israel Tembus Jantung Khan Yunis, Hamas Ubah Taktik ke Close Ground Combat
Israel memulai agresi militernya sebagai pembalasan atas serangan tanggal 7 Oktober oleh pejuang Hamas yang mengamuk di kota-kota Israel, menewaskan 1.200 orang dan menyandera 240 orang, menurut penghitungan Israel.
Pemboman Israel telah menewaskan hampir 16.000 warga Palestina, menurut angka Kementerian Kesehatan Gaza, dan membuat 80 persen penduduk meninggalkan rumah mereka.
Bahaya Pengusiran Paksa Warga Palestina
Raja Abdullah memberi tahu Christodoulides akan ada konsekuensi berbahaya dari segala upaya untuk secara paksa mengusir warga Palestina secara massal dari tanah mereka sambil mempertahankan kontrol keamanan.
Para pejabat Yordania juga khawatir akan terjadi kekerasan yang lebih luas di Tepi Barat, yang berbatasan dengan Yordania, seiring meningkatnya serangan pemukim terhadap warga sipil Palestina, penyitaan tanah, dan serangan militer Israel.
Aksi-aksi Israel ini akan dapat menciptakan keadaan yang dapat mendorong dan memaksa puluhan ribu warga Palestina menyeberangi Sungai Yordan.
Kata para pejabat pengusiran paksa warga Palestina sama saja dengan deklarasi perang dan mendorong Yordania untuk menangguhkan perjanjian perdamaiannya dengan Israel.
Pada hari Selasa, Amman mengutuk langkah Israel untuk membangun pemukiman baru di Yerusalem Timur Arab, bagian dari kota yang diperebutkan yang direbut bersama dengan Tepi Barat dalam perang Arab-Israel tahun 1967 dan PBB menganggapnya sebagai Wilayah Pendudukan.
“Ekspansi Israel terhadap pembangunan pemukiman Yahudi di tanah yang didudukinya dan penyitaan wilayah tersebut merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan meredupkan prospek perdamaian,” kata Sufain Qudah, juru bicara Kementerian Luar Negeri.
(oln/rtrs/*)