Beberapa orang menyinggung kegagalan untuk menerapkan Pasal 99 karena situasi keamanan di Rwanda runtuh menjelang genosida tahun 1994 di sana, yang terjadi meskipun para ahli sudah memperingatkan sebelumnya.
Namun pasal tersebut, dipandang sebagai kunci dalam memobilisasi tindakan PBB.
Mantan Sekretaris Jenderal Kofi Annan menyebut dikeluarkannya Pasal 99 itu mendorong sekretaris jenderal bertindak secara politik, bukan sekedar administratif saja.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBB Dag Hammarskjold menyebut pasal tersebut “lebih penting dari pasal lainnya”.
1960
Pasal 99 Piagam PBB pertama kali dikeluarkan oleh Dag Hammarskjold pada tahun 1960 sebagai respons atas meningkatnya kekerasan di Kongo.
Seruan tersebut membantu membuka jalan bagi pasukan penjaga perdamaian PBB yang beranggotakan 20.000 orang, yang berjuang untuk menjaga ketertiban ketika negara tersebut terseret ke dalam Perang Dingin.
Intervensi PBB juga melewatkan periode kekerasan terburuk dalam sejarah Kongo, yaitu serangkaian perang pada tahun 1990an yang diperkirakan telah menewaskan sekitar lima juta orang.
1989
Baru-baru ini, Pasal 99 diaktifkan oleh Sekretaris Jenderal Javier Perez de Cuellar menjelang berakhirnya perang saudara di Lebanon pada tahun 1989.
Baca juga: Emir Qatar Desak PBB untuk Paksa Israel Lakukan Pembicaraan soal Gencatan Senjata di Gaza
Perang saudara itu merupakan sebuah konflik yang sangat kompleks yang menewaskan sekitar 150.000 orang.
Konflik itu melibatkan pendudukan Israel di Lebanon selatan, serta pertempuran antara pasukan Israel dan Suriah.
Krisis ini juga hampir menyeret Perancis dan AS, ketika kelompok Hizbullah membunuh hampir 300 tentara AS dan Perancis dengan bom bunuh diri pada tahun 1983.
PBB telah terlibat dalam operasi di Lebanon sejak tahun 1978.