TRIBUNNEWS.COM - Pasukan Rusia yang bertempur dalam kondisi musim dingin di Ukraina telah kehilangan lebih dari 1.120 pejuangnya dalam satu hari, bersama dengan 18 tank dan 26 APC atau pengangkut personel lapis baja, kata Kyiv, Kamis (7/12/2023).
Kerugian peralatan Rusia sepanjang Rabu juga termasuk 21 sistem artileri, kata Staf Umum militer Ukraina dalam pembaruan operasional yang diposting ke media sosial.
Mengutip Newsweek, meskipun Ukraina telah melakukan serangan balasan beberapa bulan lalu, garis depan yang melintasi wilayah-wilayah yang dicaplok Rusia sebagian besar masih sama.
Kerugian dan korban jiwa yang tinggi dilaporkan terjadi di sekitar kota Avdiivka di Donetsk sejak awal Oktober.
Kekalahan yang dialami Ukraina kemungkinan juga akan sangat menyakitkan.
Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan pada hari Kamis (7/12/2023) bahwa Ukraina telah kehilangan 750 pesawat tempur di sepanjang garis kontak selama 24 jam sebelumnya.
Baca juga: Negaranya Lagi Bokek, Menhan AS Ancam Kirim Tentara ke Ukraina untuk Lawan Rusia
Di sekitar kota Kupiansk di timur laut, Ukraina kehilangan dua tank dan empat pengangkut personel lapis baja dalam satu hari terakhir, kata Rusia pada Kamis.
Menurut Staf Umum Ukraina, militer Rusia telah kehilangan 336.230 tentara dan 5.618 tank sejak Moskow melancarkan invasi ke Ukraina pada Februari 2022.
Militer Rusia juga kehilangan 10.482 pengangkut personel lapis baja, kata Kyiv.
Sementara itu di hari yang sama, Rusia membalas dengan memperbarui laporan kehilangan kendaraan Ukraina.
Kyiv disebut telah kehilangan 13.870 tank dan kendaraan tempur lapis baja lainnya selama berbulan-bulan peperangan.
Para ahli sebelumnya mengatakan kepada Newsweek bahwa angka kerugian Rusia yang dilaporkan Ukraina kemungkinan besar akurat.
Namun, sangat sulit untuk menentukan korban dalam konflik yang sedang berlangsung.
Kedua belah pihak pasti akan berusaha merahasiakan data dan meningkatkan jumlah korban dari pihak lawan, kata Marina Miron, peneliti pasca doktoral di Departemen Studi Perang di King’s College London kepada Newsweek awal tahun ini.