TRIBUNNEWS.COM - Resolusi gencatan senjata yang diajukan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) gagal disahkan.
Hal itu karena Amerika Serikat (AS) memilih memveto resolusi tersebut, sedangkan Inggris memilih abstain.
Adapun 13 anggota DK PBB lainnya memilih mendukung resolusi itu.
Selepas pengambilan suara untuk resolusi itu, Wakil Dubes AS untuk PBB, Robert Wood, mengkritik DK PBB yang menurutnya tidak mengecam serangan Hamas tanggal 7 Oktober lalu.
Di samping itu, menurut Wood, DK PBB juga tidak mengakui hak Israel untuk mempertahankan diri.
Wood mengklaim gencatan senjata justru akan membuat Hamas terus berkuasa di Jalur Gaza.
"Hanya menabur benih untuk perang selanjutnya karena Hamas tak punya keinginan untuk melihat perdamaian jangka panjang dan solusi dua negara," kata Wood dikutip dari Sky News, Sabtu (9/12/2023).
"Karena alasan itu, meski AS sangat mendukung perdamaian jangka panjang, yang di dalamnya warga Israel dan Palestina bisa hidup damai dan aman, kami tidak mendukung seruan untuk melakukan gencatan senjata," katanya menambahkan.
Baca juga: Hamas Sebut Tentara Israel Teroris Karena Telanjangi Warga Palestina
Sementara itu, Dubes Inggris untuk PBB, Barbara Woodward, mengaku pihaknya tidak bisa mendukung resolusi gencatan senjata.
"Kami tidak bisa memilih untuk mendukung resolusi yang tidak mengecam kejahatan Hamas terhadap warga sipil Israel tak berdosa pada tanggal 7 Oktober," ujar Woodward.
"Meminta adanya gencatan senjata itu mengabaikan fakta bahwa Hamas telah melakukan tindakan teror dan masih menahan warga sipil."
Adapun Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, telah memperingatkan warga Gaza kini berisiko mengalami kelaparan.
Menurut Guterres, situasi di Gaza akan "menghancurkan total ketertiban masyarakat dan meningkatkan tekanan untuk bermigrasi ke Mesir."
Guterres telah meminta digelarnya rapat darurat dan mengajukan Pasal 99 Piagam PBB untuk pertama kalinya sejak tahun 1971.