TRIBUNNEWS.com - Penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (13/12/2023).
Langkah ini melanjutkan proses penyelidikan terhadap Biden oleh anggota DPR AS dari Partai Republik secara informal, yang dimulai tiga bulan lalu.
Diketahui, Partai Republik menuduh Biden dan keluarganya melakukan korupsi saat menjadi wakil presiden di bawah kepemimpinan Barack Obama.
Lalu, mengapa pemungutan suara pemakzulan baru dilakukan sekarang?
Dikutip dari The Guardian, pada November lalu, seorang pengacara senior Gedung Putih menggambarkan penyelidikan yang dimulai Partai Republik tidak sah karena DPR belum meresmikannya lewat pemungutan suara.
Baca juga: Joe Biden Terancam Dimakzulkan dari Jabatan Sebagai Presiden Amerika Serikat
Gedung Putih pun telah menolak upaya yang memaksanya menyerahkan informasi dengan alasan perlunya pemungutan suara penuh di DPR.
Diketahui, penyelidikan ini juga bisa menjadi platform bagi Partai Republik untuk menyoroti tuduhan mereka kepada Biden.
Biden sedang mempersiapkan pertandingan ulang pemilu dengan Donald Trump.
Sebagai informasi, Trump adalah presiden pertama dalam sejarah AS yang dimakzulkan dua kali dan saat ini sedang mempersiapkan empat persidangan pidana.
Trump telah mendorong sekutu Partai Republiknya di Kongres untuk bergerak cepat dalam memakzulkan Biden.
Apakah ada bukti Biden melakukan kesalahan?
Atas tuduhan Partai Republik terhadap Biden dan keluarganya yang disebut melakukan korupsi, penyelidik Kongres telah memperoleh hampir 40 ribu halaman catatan bank yang didapat dan pernyataan saksi kunci.
Tetapi, meskipun penyelidikan telah menimbulkan pertanyaan, tidak ada bukti valid Biden melakukan korupsi atau menerima suap dalam jabatannya saat ini ataupun sebelumnya.
Pada Juli lalu, salah satu mantan rekan bisnis putra Biden, Hunter Biden, yang bernama Devon Archer, memberikan kesaksian kepada penyelidik Kongres.
Ia menyebut Hunter telah berbohong mengenai "akses ke ayahnya" pada klien asing.
Archer menceritakan bagaimana Hunter menggunakan speaker ponsel Biden, untuk mengesankan klien dan rekan bisnisnya.
Namun, Archer juga menyatakan Biden tidak pernah terlibat langsung dalam urusan keuangan mereka.
Partai Republik juga menunjukkan beberapa kebohongan dalam pernyataan publik Biden tentang urusan bisnis Hunter.
Baca juga: Joe Biden Mengaku Geram setelah Kongres AS Resmikan Langkah Pemakzulan Dirinya
Misalnya, selama kampanye presiden tahun 2020, Biden mengatakan Hunter tidak pernah menghasilkan uang dari transaksi bisnis di Tiongkok, yang kemudian langsung dibantah oleh sang putra.
Namun, pada sidang pemakzulan tingkat tinggi pada September, ketiga saksi ahli dari Partai Republik yang memberikan kesaksian mengakui mereka tidak memiliki informasi langsung tentang aktivitas kriminal apapun yang dilakukan Biden.
Dua orang saksi mengakui informasi yang disampaikan panitia selama ini bukanlah termasuk korupsi.
Apa yang terjadi selanjutnya?
Dilansir AP, mengizinkan penyelidikan selama berbulan-bulan memastikan penyelidikan pemakzulan akan berlanjut hingga 2024.
Hal ini dapat menimbulkan kesulitan besar bagi presiden di tengah tahun pemilu.
Dalam jangka pendek, tindakan DPR ini memberikan tiga komite DPR yang dikuasai Partai Republik yang memimpin penyelidikan lebih banyak wewenang untuk mendapatkan dokumen dan memanggil saksi.
Juga, bagi hakim untuk menegakkan permintaan tersebut.
Jika komite memutuskan untuk melanjutkan pemakzulan, seluruh anggota DPR akan melakukan pemungutan suara.
Apabila mayoritas memilih ya, Biden akan dimakzulkan.
Senat kemudian akan mengadakan persidangan dan memberikan suara apakah akan mencopot presiden dari jabatannya.
Meskipun tiga presiden sebelumnya telah dimakzulkan oleh DPR, tidak ada presiden yang pernah dicopot dari jabatannya.
Apakah Biden akan dimakzulkan?
Sejarah politik AS menunjukkan segala sesuatunya bukan pertanda baik bagi Biden.
Baca juga: DPR AS Setujui Penyelidikan Pemakzulan Joe Biden, Apa yang Terjadi?
Dari empat presiden yang pernah diperiksa, tiga di antaranya adalah Andrew Johnson, Bill Clinton, dan Donald Trump akhirnya dimakzulkan.
Yang keempat, Richard Nixon, hanya lolos dari teguran dengan mengundurkan diri sebelum pemungutan suara berlangsung.
Namun, mayoritas Partai Republik di DPR membuat mereka hanya mampu kehilangan sedikit suara ketika situasi mencapai puncaknya.
Terlepas dari kenyataan semua anggota Partai Republik di DPR memilih untuk secara resmi membuka penyelidikan, beberapa ragu-ragu untuk mendukung pemakzulan penuh.
Mereka yang ragu-ragu, terutama yang berasal dari distrik yang terpecah secara politik, takut akan dampak politik yang besar.
Dusty Johnson dari Partai Republik berkata, “Jika kita tidak memiliki tanda terima, hal itu akan membatasi apa yang dilakukan DPR dalam jangka panjang.”
Anggota Partai Republik lainnya, Ken Buck, mengatakan partainya terlibat dalam “pemakzulkan retribusi”, sedangkan yang lain mengatakan Biden “mungkin tidak” melakukan pelanggaran yang dapat dimakzulkan.
Bahkan, semakin tidak ada kepastian masyarakat AS akan mendukung segala upaya untuk memakzulkan presiden.
Sebuah jajak pendapat dari CNN pada Oktober, menunjukkan bahwa 57 persen warga Amerika berpendapat Biden tidak boleh dimakzulkan.
Menurut Washington Post, angka tersebut antara 10 dan 14 poin lebih tinggi dibandingkan jajak pendapat serupa yang diambil mengenai sikap terhadap dua pemakzulan Trump.
Bahkan jika DPR memutuskan untuk memakzulkan Biden, kecil kemungkinannya dia akan dicopot dari jabatannya.
Enam puluh senator harus memilih untuk menghukum Biden agar hal itu bisa terjadi, dan dengan Partai Demokrat yang menguasai Senat, hasil tersebut hampir mustahil didapat.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)