News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Kronik Shejaiya, Lingkungan Gagah Berani Gaza yang Tidak Dapat Dihancurkan Israel

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

MENANGIS - FOTO FILE Seorang tentara Israel dari Brigade Golani (pasukan infanteri IDF) menangis saat menghadiri pemakaman Komandannya, Max Steinberg, pada 23 Juli 2014.

Kronik Shejaiya, Lingkungan Gagah Berani Gaza yang Tidak Dapat Dihancurkan Israel

TRIBUNNEWS.COM - Ini bukan cerita mistis atau mitos, Shejaiya -atau beberapa literatur menulisnya Shujaiya- seolah punya kekuatan super untuk menjadi neighborhoods, lingkungan di Gaza yang sangat sulit ditaklukkan pasukan Israel.

Ini juga bukan glorifikasi terhadap lingkungan yang jadi saksi perjuangan milisi pembebasan Palestina melawan tentara pendudukan Israel itu.

Pada faktanya, sama seperti kebanyakan area di Gaza, wilayah di sebelah timur Kota Gaza ini juga nyaris tinggal puing karena bombardemen dahsyat di wilayah kantung Palestina yang sudah terkepung tersebut.

Baca juga: Pertempuran Jarak Dekat, Pasukan Gabungan Brigade Al-Qassam dan Al-Quds Sergap 15 Tentara Israel

Namun, ketika Israel mengklaim kalau satu-satunya ‘solusi’ terhadap Gaza adalah dengan menggusur warga Palestina, mereka sepertinya harus mengetahui lebih dalam tentang apa dimiliki wilayah tersebut, termasuk Shejaiya.

Hal ini yang menjadi ulasan dari tulisan Dr Ramzy Baroud, penulis, jurnalis, dan peneliti di Center for Islam and Global Affairs (CIGA) saat membahas soal 'Hari Paling Sulit' yang dialami Tentara Israel (IDF) dalam Perang Gaza sejauh ini yang pecah sejak 7 Oktober 2023.

Hari paling sulit yang dimaksud adalah kematian puluhan tentara IDF, termasuk para perwira dan anggota pasukannya, di Shejaiya, Selasa (12/12/2023).

Baca juga: Mengenal Brigade Golani, Pasukan Elite Israel yang Anggotanya Tewas dalam Penyergapan di Shujaiya

MENANGIS - FOTO FILE Seorang tentara Israel dari Brigade Golani (pasukan infanteri IDF) menangis saat menghadiri pemakaman Komandannya, Max Steinberg, pada 23 Juli 2014. (Miriam Alster/FLASH90/i24news)

Bersumpah Balas Dendam, Malah Tewas Berkalang Tanah

Baroud dalam tulisannya menuturkan, beberapa saat sebelum tewas terbunuh oleh Brigade Al-Qassam dalam pertempuran di lingkungan Shejaiya, pasukan tentara Israel tersebut mengadakan pertemuan di pinggiran kota.

"Sebuah video, yang beredar luas di media sosial, menunjukkan salah satu petugas – yang kemudian terbunuh – bersumpah untuk membalas dendam tentara lain Israel yang terbunuh di lingkungan itu dalam perang Israel di Gaza tahun 2014," tulis Ramzy Baroud.

Pertempuran Shejaiya, pada tahun 2014, diyakini sebagai pertempuran paling menentukan antara pasukan Israel yang menyerang dan Milisi Perlawanan Palestina dalam apa yang disebut Operation Protective Edge alias Operasi Tepi Pelindung Israel.

Saat itu, Israel mengakui kalau 16 tentaranya tewas di Shejaiya.

"(kembali ke 12 Desember 2023) Dalam briefing singkat sebelum menyerbu, para perwira IDF di Brigade Golani bersumpah untuk membalaskan dendam tentara yang tewas hampir sepuluh tahun silam tersebut. Tak lama setelah itu,  mereka (malah) juga tewas dalam penyergapan milisi perlawanan (Brigade Al-Qassam Hamas).

Brigade Al-Qassam, sayap militer Gerakan Perlawanan Hamas, mengatakan kalau jumlah tentara Israel yang tewas dalam tiga penyergapan berturut-turut yang dipimpin oleh milisi perlawanan Hamas, melebihi jumlah korban yang diumumkan Israel sejauh ini.

Kekalahan Telak, Hari yang Berat Bagi IDF

Pada Rabu paginya, tentara Israel mengatakan delapan tentara, sebagian besar perwira, tewas dalam penyergapan di Shejaiya.

Mereka termasuk Kolonel Itzhak Ben Basat, komandan Brigade Golani, dan Letkol Tomer Greenberg – tentara yang berbicara dalam video tersebut.

Belakangan, tentara Israel menyatakan kalau tentara yang tewas dalam pertempuran itu bertambah dan puluhan lainnya terluka juga dievakuasi dari Shejaiya.

Kepala Staf Israel Herzl Halevi menggambarkan apa yang terjadi di Shejaiya sebagai “peristiwa yang sulit”.

Belakangan, juru bicara militer Israel mengatakan, mereka sedang menganalisis (penyebab) “peristiwa sulit” tersebut.

"Bisa jadi, (asessment IDF) itu mengira kalau tentara-tentara tersebut terbunuh secara kebetulan atau karena kesalahan perhitungan pihak tentara Israel. (Tapi asumsi) Ini sepertinya salah (tidak mungkin terjadi)," tulis Baroud.

Baroud yang juga sejarawan Palestina ini menekankan, kalau tentara Israel telah berperang melawan “Brigade Shejaiya (unit dari Brigade Al-Qassam) selama satu setengah minggu

Laporan Al-Jazeera menyebut, tentara Israel sudah mengebom Shejaiya berulang kali.

Jika definisi kemenangan adalah ketiadaan keberadaan musuh di suatu wilayah karena tewas atau pergi melarikan diri, maka pertempuran Shejaiya adalah sebuah pertempuran yang tampaknya hampir mustahil untuk dimenangkan Israel.

Hal itu, kata Baroud, lantaran eksistensi milisi perlawanan Palestina tetap konstan dan stabil ada di wilayah ini, tak peduli betapa hancurnya wilayah itu kena bom berkali-kali.

Menjalankan taktik gerilya dan hit and run, Hamas dan milisi lain pembebasan Palestina, secara rutin masih mengontol wilayah ini.

"Mustahil untuk menang karena pertempuran terjadi di wilayah yang telah hancur total, dan berulang kali terjadi, akibat serangan udara Israel. Tidak ada yang tahu dari mana para pejuang itu berasal, dan ke mana mereka menghilang," tulis Baroud.

Militer Israel sendiri telah mencapai kesimpulan kalau pertempuran Shejaiya tidak dapat dimenangkan dari udara (melalui serangan udara) artinya mereka harus mengerahkan infanteri guna menyisir area dalam operasi darat .

"Namun tampaknya hal ini juga tidak bisa dimenangkan, karena aliran berita dan video terus bermunculan dari wilayah Shejaiya, tentang tentara Israel yang ditembak, tank diledakkan, dan pertempuran sengit, yang hasilnya hampir selalu ditentukan oleh pihak pejuang Palestina," kata dia.

Tidak berlebihan jika dikatakan pertempuran Shejaiya kemungkinan besar menjadi salah satu faktor utama kekalahan tentara Israel di Gaza.

Pemandangan kehancuran di Lingkungan Shejaiya di Kota Gaza, Sabtu, 26 Juli 2014.

Apa Arti Nama Shejaiya?

"Legenda Shejaiya bukanlah sebuah cerita baru mengenai keperkasaan Gaza yang rentang hidupnya cuma berkisar antara Juli 2014 hingga Desember 2023," kata Baroud.

Lantas, bagaimana kisah Shejaiya?

Shejaiya adalah salah satu lingkungan terbesar di Kota Gaza.

Letaknya tepat di sebelah timur kota dan terbagi menjadi dua wilayah, wilayah selatan, yang dikenal sebagai Turkman, dan wilayah utara, yang dikenal sebagai Jdeidah.

"Jdeidah dibangun pada era Ayyubaid – didirikan pada abad ke-12," kata Baroud.

Menurut sejarawan itu, etimologi dari kata Shejaiya sering disalahpahami.

Kata Shejaiya menunjukkan hubungan langsung dengan kata benda Shajaa’ yang berarti keberanian.

Penjelasan ini masuk akal bagi banyak orang karena keberanian para pejuang yang berasal dari lingkungan ini selama bertahun-tahun perjuangan pembebasan dan kemerdekaan Palestina.

"Namun sumber sejarah menyatakan bahwa nama tersebut diberikan kepada Shuja al-Din Othman al-Kurdi, seorang pejuang terkenal yang tewas dalam pertempuran antara Ayyubaids dan tentara salib yang menyerang pada tahun 1239 M," kata Baroud.

Pemandangan Kota Gaza sebelum dimulainya gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir antara Israel dan dua kelompok bersenjata utama Palestina di Gaza pada 20 Mei 2021. Israel dan dua kelompok bersenjata utama Palestina di Gaza, Hamas dan Jihad Islam, mengumumkan gencatan senjata pada 20 Mei 2021, bertujuan untuk mengakhiri konflik paling dahsyat di antara mereka selama tujuh tahun. Gencatan senjata yang ditengahi oleh Mesir diumumkan menyusul meningkatnya tekanan internasional untuk mengakhiri 11 hari konflik yang telah merenggut nyawa di kedua sisi, dengan jet Israel menghantam Gaza dengan serangan udara saat militan menembakkan ribuan roket ke arah Israel.

Gerbang ke Gaza

Signifikansi peran militer Shejaiya dalam strategi perang telah terlihat selama ratusan tahun.

Sebagian besar karena  Shejaiya punya Tell Al-Muntar, sebuah bukit strategis yang terletak di Shejaiya dan dianggap sebagai pintu gerbang ke Gaza.

"Mereka yang menguasai Bukit Al-Muntar mempunyai akses visual dan strategis ke seluruh Kota Gaza," kata Baroud.

"Inilah sebabnya mengapa Napoleon Bonaparte berjuang untuk menguasai Al-Muntar, dan akhirnya berkemah bersama pasukan penyerangnya di sekitar bukit."

Di sana juga, ribuan tentara Sekutu, bertahun-tahun kemudian, tewas di dekat bukit itu.

Kejadian ini menjelaskan keberadaan Makam Perang Dunia I di Gaza, satu dari banyak situs bersejarah yang menceritakan kisah yang jauh lebih besar daripada sekadar perang Israel dan tujuan Tel Aviv untuk menghancurkan Hamas.

"Bahkan demografi Shejaiya berakar pada kisah invasi, keberanian, dan kekalahan telak para penakluk. Nama Shejaiya sendiri diambil dari nama seorang pejuang Kurdi, dan salah satu lingkungannya, Turkman, diambil dari nama suku Turkman, yang bergabung dengan Salah ad-Din al-Ayyubi – Saladin, dalam upayanya untuk membebaskan Palestina dari Tentara Salib dan sisa-sisa mereka," kata Baroud.

Di Shejaiya ini, tentara yang berjaya bersorak atas kemenangan mereka.

"Para pemimpin mereka yang bangga (atas kemenangan) menaiki kuda Arab mereka di Tell Al-Muntar, memandangi Kota Gaza dan sekitarnya," tulis Baroud.

Selain itu, di Shejaiya, umat Islam, Yahudi, dan Kristen pernah hidup berdampingan. Penjajah datang dan pergi, dan selanjutnya, demografi berubah.

"Saat ini wilayah tersebut menjadi rumah bagi hampir 100.000 warga Palestina, yang hidup di bawah pengepungan militer yang belum pernah terjadi sebelumnya, dan, pada tanggal 7 Oktober, mengalami upaya pemusnahan paling serius yang pernah dilakukan oleh tentara penyerang," katanya.

Anggota Brigade al-Qassam, sayap militer Hamas, yang bertopeng, berbaris saat unjuk rasa di Kota Gaza pada 20 Juli 2022. (Mahmud HAMS / AFP)

Rahasia Shejaiya

Satu di antara kunci kekuatan Shejaiya saat ini adalah Brigade Shejaiya.

Brigade Shejaiya merupakan satu di antara unit di Brigade Al-Qassam, salah satu kelompok Perlawanan Palestina yang paling terlatih dan siap.

Seperti Brigade Al-Shati dan Brigade Jabaliya, Brigade Shejaiya sebagian besar terdiri dari pasukan Nukhba, unit elit Al-Qassam.

"Hal ini menjelaskan banyak tentang pertempuran sengit yang terjadi di lingkungan tersebut," kata Baroud.

Penjelasan lain adalah, Shejaiya adalah area paling menderita saat terjadi pemberontakan dan perlawanan terhadap aksi pendudukan sebelumnya, terutama selama Intifada Pertama tahun 1987.

"Ini yang memperkuat budaya perlawanan di antara penduduknya," ujar Baroud menjelaskan persistensi warga Shejaiya melawan aksi pendudukan.

Pada akhir ulasannya, Dr Ramzy Baroud menulis kesimpulan kalau Shejaiya dengan segala sejarah panjang perlawanannya, makin berkobar karena justru aksi pendudukan Israel di Gaza.

Berikut tulisan Baroud dipenutup ulasannya tersebut:

"Cerita ini lebih dari sekedar genosida yang sedang berlangsung di Gaza dan kebrutalan tentara Israel.

Kisah Shejaiya adalah kisah yang berakar pada sejarah, menghubungkan masyarakat di seluruh wilayah tersebut – Arab, Kurdi, Turkmenistan, Muslim, Kristen, dan Yahudi – sehingga menonjolkan pentingnya sejarah dalam cara masyarakat Palestina, secara kolektif, memandang diri mereka sendiri dan Perlawanan mereka yang gagah berani.

Ketika Israel mengklaim bahwa satu-satunya ‘solusi’ terhadap Gaza adalah dengan menggusur warga Palestina, mereka tampaknya tidak memiliki banyak pengetahuan tentang sejarah tersebut.

Jika mereka mengetahui bahwa para pejuang muda Shejaiya itu adalah keturunan dari pasukan besar yang telah mengalahkan Tentara Salib, melawan Perancis dan Inggris, mereka akan terdiam lama sebelum berpikir bahwa Shejaiya akan jatuh dalam sehari, seminggu, atau seribu tahun."

(oln/PC/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini