Badran mengatakan Hamas mengupayakan gencatan senjata skala penuh dan pertukaran tawanan secara penuh dari kedua belah pihak.
“Jika ada gencatan senjata, pendirian kami sangat jelas: Kami menginginkan pertukaran yang saling menguntungkan,” katanya.
Hamas Adalah Bumerang Bagi Israel, Tel Aviv Berselisih dengan AS
Israel sudah bertahun-tahun berusaha mendorong perpecahan antara Hamas dan Otoritas Palestina, yang dipimpin oleh Partai Fatah pimpinan Mahmoud Abbas, untuk mencegah pembentukan negara Palestina.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu bahkan pernah menegaskan kalau selama bertahun-tahun dia telah menyetujui pembiayaan Qatar kepada Hamas di Gaza.
Persetujuan Netanyahu dibarengi upaya-upaya lain untuk memastikan Otoritas Palestina tetap lemah dan tidak mampu memenangkan pembentukan negara Palestina melalui cara-cara diplomatik yang damai.
Israel juga berupaya menggunakan pasukan keamanan Otoritas Palestina untuk membubarkan kelompok perlawanan Palestina di Tepi Barat.
Adapun di sisi Tel Aviv, sekutu abadi Israel, AS tampaknya tidak sepakat mengenai solusi akhir Netannyahu untuk Gaza.
AS menginginkan pasukan keamanan Otoritas Palestina untuk menindak Hamas setelah perang dan mengelola Gaza, kata Diana Buttu, mantan perunding perdamaian Palestina.
“Mereka pada dasarnya ingin peran PA sebagai subkontraktor keamanan Israel di Tepi Barat diperluas ke Gaza,” katanya.
Buttu mengatakan AS bersedia memberikan dukungan finansial dan politik baru kepada Otoritas Palestina untuk mempertahankan apa yang disebut oleh jurnalis New York Times Thomas Friedman pada musim panas ini sebagai “fiksi bersama” tentang negara Palestina.
“Ada janji palsu yang sudah lama dan terus berlanjut mengenai negara Palestina,” tambah Buttu.
Namun, Israel telah berjanji tidak akan membiarkan Otoritas Palestina mengambil kendali di Gaza.
Sejumlah tokoh politik dan militer Israel menyerukan penghancuran Gaza, memaksa 2,3 juta penduduknya mengungsi ke Mesir atau Eropa sebagai pengungsi, dan membangun kembali pemukiman Yahudi di Gush Katif di pantai Gaza yang dievakuasi pada tahun 2005.
(oln/*/WSJ/TC)