TRIBUNNEWS.COM - Presiden Israel, Isaac Herzog, mengatakan Israel siap untuk melakukan gencatan senjata kemanusiaan baru dan meningkatkan bantuan kemanusiaan di Gaza dengan imbalan pembebasan para sandera yang masih ditahan oleh Gerakan Perlawanan Islam (Hamas).
Ia berbicara dengan para duta besar asing di Israel terkait dukungan mereka untuk membebaskan sandera di Jalur Gaza.
"Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada negara-negara anggota dan para pemimpin atas kepemimpinan mereka dalam tujuan membebaskan para sandera sesegera mungkin," katanya pada Selasa (19/12/2023), dikutip dari Al Jazeera.
"Upaya apa pun yang dapat dilakukan oleh negara, pemimpin, media, dan masukan diplomatik Anda dapat membantu memberikan tekanan pada berbagai negara yang terlibat dalam perang ini sangatlah penting," lanjutnya.
Ia melanjutkan, dengan menyebut sejumlah sandera yang masih berada di Jalur Gaza.
“Pertama dan terpenting, kita harus ingat bahwa terdapat puluhan kasus kemanusiaan dalam kelompok sandera, seperti anak-anak, orang tua, orang sakit, orang terluka, dan tentu saja banyak perempuan,” katanya.
Baca juga: 2 Sandera Israel Muncul di Video Brigade Al-Quds: Netanyahu Ingin Kami Mati, Rudal IDF Ancam Kami
Presiden Israel itu menegaskan negaranya siap untuk melakukan gencatan senjata terbaru.
"Saya dapat menegaskan kembali fakta bahwa Israel siap untuk melakukan gencatan senjata kemanusiaan dan bantuan kemanusiaan tambahan untuk memungkinkan pembebasan para sandera," katanya.
Ia menyatakan, tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan Yahya Sinwar yang memimpin Hamas dan petinggi Hamas lainnya.
Setelah kesepakatan sandera selama 7 hari yang dimulai pada Jumat (24/11/2023), lebih dari 100 sandera telah dibebaskan dan diperkirakan masih ada 138 sandera di Jalur Gaza.
"Sangat penting bagi kami untuk menegaskan kembali bahwa kami tidak memerangi rakyat Gaza. Mereka bukan musuh kami. Kami memerangi Hamas dan mereka adalah musuh," katanya, merujuk pada 19.968 warga Palestina yang tewas akibat pemboman yang dilakukan oleh Israel di Jalur Gaza.
Baca juga: Alasan AS Tolak Gencatan Senjata, Takut Hamas Berkuasa di Gaza, Sebut Israel Tak Akan Terima
"Dalam hal ini, kami mengambil semua langkah kemanusiaan yang mungkin dilakukan sesuai dengan hukum humaniter internasional," lanjutnya.
Setelah mendapat tekanan dari masyarakat internasional, pada Jumat (15/12/2023), Israel menyetujui masuknya bantuan ke Jalur Gaza melalui penyeberangan Kerem Shalom, yang memungkinkan masuknya 200 truk bantuan per hari.
Kabinet Israel Bahas Pembebasan Sandera
Sebelumnya, Menteri Anggota Dewan Mini-Kementerian Israel untuk Urusan Politik dan Keamanan (Kabinet), Heli Troper, mengatakan Kabinet membahas kesepakatan pertukaran tahanan dengan Hamas, namun belum ada yang spesifik.
"Pembahasan telah dilakukan di kabinet kemarin mengenai masalah ini dan belum ada kesepakatan apa pun. Ada pernyataan rencana hampir matang tapi masih terlalu dini bagi kita untuk mengetahuinya," katanya kepada Ynet, Selasa (19/12/2023).
"Komitmen kami nyata dan mendalam dan kami memikul tanggung jawab untuk mengembalikan semua pria dan wanita yang diculik," tambahnya.
Baca juga: Jumlah Korban Perang Israel-Hamas di Palestina Capai 19.968 Orang, 73 Jurnalis Terbunuh saat Meliput
Hamas Palestina vs Israel
Sebelumnya, Israel melakukan pengeboman besar-besaran untuk menanggapi Hamas yang memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menerobos perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Hamas mengatakan serangan itu adalah tanggapan atas kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini, terutama kekerasan di kompleks Masjid Al Aqsa, seperti diberitakan Al Arabiya.
Kelompok tersebut menculik 240 orang dari wilayah Israel dan meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di wilayah Israel, yang direvisi menjadi 1.147.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan perang melawan Hamas dan meluncurkan pasukan ke Jalur Gaza pada keesokan harinya.
Pengeboman Israel di Jalur Gaza menewaskan lebih dari 19.968 warga Palestina sejak Sabtu (7/10/2023) hingga perhitungan korban pada Rabu (20/12/2023), lebih dari 2,2 juta warga Palestina menjadi pengungsi, dikutip dari Al Jazeera.
Kekerasan juga meningkat di Tepi Barat, terutama setelah Israel melakukan penyerbuan besar-besaran ke wilayah yang dikuasai Otoritas Pembebasan Palestina (PLO) tersebut.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel