Pada 16 Februari, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengubah kebijakan pendahulunya dan mencabut sebutan Houthi.
Namun, ia mengumumkan bahwa Houthi dan dua pemimpin lainnya akan tetap terkena sanksi berdasarkan Perintah Eksekutif 13611 atas tindakan “yang mengancam perdamaian, keamanan, atau stabilitas Yaman.
Kemudian Houthi membuat komitmen kepada delegasi Oman untuk mengadakan disuksi gencatan senjata dengan koalisi pimpinan Saudi pada 21 Juni 2021.
Dua bulan kemudian, pengadilan militer Yaman menjatuhkan hukuman mati kepada Abdul-Malik al-Houthi dan 173 orang lainnya melalui regu tembak.
Hal tersebut karena mereka dianggap melakukan kudeta militer terhadap pemerintah dan melakukan pelanggaran militer dan kejahatan perang.
Sementara baru-baru ini, Houthi bergabung dengan proksi Iran lainnya dalam menargetkan kepentingan Israel dan AS di wilayah Gaza sejak serangan 7 Oktober 2023.
Abdul-Malik al-Houthi kemudian memperingatkan bahwa Houthi akan menanggapi setiap intervensi AS di Jalur Gaza dengan drone, rudal, dan opsi militer lainnya.
Keputusan tersebut dideklarasikan Abdul Malik Al-Houthi pada 10 Oktober 2023.
Selama bulan Oktober dan November, Houthi meluncurkan beberapa drone dan rudal ke kota Eilat di Laut Merah Israel.
Houthi juga menargetkan kapal-kapal pelayaran yang terkait dengan Israel di Laut Merah.
Tidak hanya itu, Houthi juga menegaskan secara aktif mencari kapal-kapal Israel di Laut Merah dan Selat Bab al-Mandeb.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)
Artikel Lain Terkait Kelompok Houthi