Ansarallah telah bersumpah untuk menyerang kapal mana pun yang memiliki hubungan dengan Israel sebagai upaya mereka mendukung Gaza, tempat Israel melakukan apa yang oleh para pemimpin kelompok perlawanan Yaman dianggap sebagai Genosida.
Baca juga: Pimpinan Tertinggi Houthi Yaman Deklarasikan Siap Tempur Hadapi Serangan Langsung Israel
Satpam Kapal Komersil Panen Cuan
Hampir semua perusahaan pelayaran peti kemas terbesar di dunia termasuk MSC, AP Moller-Maersk dan CMA CGM tidak lagi mengirimkan kapal melalui Laut Merah dan Terusan Suez.
Perusahaan minyak BP dan Equinor juga telah menghentikan pengiriman melalui jalur perairan strategis tersebut.
“Kami dapat dengan jelas melihat penurunan jumlah kapal kontainer yang menuju Teluk Aden dan Laut Merah,” kata Jean-Charles Gordon, direktur pelacakan kapal di Kpler, penyedia data perdagangan.
Solidaritas Ansrallah terhadap Palestina menyebabkan perusahaan pelayaran yang masih berencana berlayar melalui Laut Merah berniat menambah tim keamanan bersenjata di kapal mereka.
Pihak satuan pengamanan (Satpam) kapal komersial privat mengakui kalau jumlah pesanan permintaan jasa pengamanan kapal, naik tajam.
Dimitris Maniatis, chief operating officer Seagull Maritime, sebuah perusahaan keamanan maritim, mengatakan kalau permintaan jasa telah “meningkat pesat.”
“Ini adalah demam emas,” katanya.
Dia menambahkan kalau perusahaan pelayaran meminta tim satpam yang terdiri dari enam hingga delapan penjaga, utamanya yang memiliki pengalaman tempur garis depan.
“Sampai saat ini, kami maksimal bertiga,” kata dia.
Namun, masih belum jelas apa manfaat dari rincian tugas Satpam tersebut ketika menghadapi serangan drone dan rudal yang menjadi senjata Ansarallah.
AS Tawarkan Jasa Marinir ke Kapal Komersial?
Pengakuan dari Dimitris Maniatis menimbulkan spekulasi kalau AS juga akan menawarkan jasa pelaut dan marinir bersenjata di kapal komersial yang melakukan perjalanan melalui Laut Merah.
Layanan jasa pengamanan ini pernah ditawarkan AS ke kapal-kapal komersial yang hendak melalui Selat Hormuz di Perairan Teluk pada Agustus 2023.
Saat itu, jalur pelayaran internasional tersebut berada dalam ancaman Iran yang menyita kapal yang berlayar di rute tersebut.