TRIBUNNEWS.COM - Anggota Biro Politik Hamas, Musa Abu Marzouk mengatakan Hamas ingin bergabung dengan pemerintahan Otoritas Pembebasan Palestina (PLO) di Tepi Barat untuk membentuk negara Palestina yang juga mencakup Jalur Gaza dan Yerusalem Timur.
Sebelumnya, ia mengatakan kesiapan Hamas untuk menyatukan Palestina bersama PLO dalam wawancara dengan Al Monitor.
"Hamas siap menjadi bagian dari PLO sebagai langkah untuk mengakhiri perpecahan di antara faksi-faksi perlawanan Palestina. Anda harus mengikuti sikap resmi," kata Abu Marzouk kepada Al Monitor pada Rabu (13/12/2023).
Dalam wawancara itu, Abu Marzouk mengatakan Hamas akan menghormati komitmen PLO.
Al Monitor menganggap pernyataan Abu Marzouk terkait Hamas yang akan mengikuti komitmen PLO, termasuk mengakui Israel sebagai negara.
Baca juga: Bocoran Info, Israel Minta Hamas Bebaskan 30-40 Sandera dan Gencatan Senjata 7 Hari
Abu Marzouk: Hamas Tak akan Mengakui Israel
Setelah berita terkait pernyataan Abu Marzouk viral, ia merevisi berita tersebut, dengan mengatakan Al Monitor salah mengartikan perkataannya.
“Ada kesalahpahaman terhadap pernyataan media, dan oleh karena itu saya menegaskan bahwa gerakan Hamas tidak mengakui keabsahan pendudukan Israel," tulis Abu Marzouk di X, Kamis (14/12/2023).
"Kami (Hamas) tidak menerima perampasan hak-hak rakyat Palestina kami, dan kami menegaskan bahwa perlawanan akan terus berlanjut sampai pembebasan dan kembalinya mereka," lanjutnya.
Ia merevisi bagian yang disalah artikan oleh Al Monitor.
“Saya ingin menekankan bahwa beberapa poin dan frasa yang muncul dalam wawancara saya dengan Al-Monitor telah terdistorsi dan tidak mengungkapkan posisi saya dan posisi gerakan, yang tidak ada perubahannya,” tambahnya.
Baca juga: Korban Tewas Akibat Perang Israel-Hamas Tembus 20.000 Orang Saat DK PBB Tunda Pemungutan Suara
Sebelumnya, Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh mengatakan, mereka terbuka untuk membahas inisiatif apa pun yang mengarah pada penghentian agresi Israel di Gaza.
Ia juga membuka pintu untuk menertibkan rumah tangga Palestina.
"Kami terbuka untuk mendiskusikan ide atau inisiatif apa pun yang mengarah pada penghentian agresi, dan membuka pintu untuk menertibkan rumah Palestina di tingkat Tepi Barat dan Jalur Gaza,” kata Ismail Haniyeh, dikutip Anadolu.
Ismail Haniyeh mengingatkan Israel dan AS yang membuat rencana untuk membentuk pemerintahan di Jalur Gaza, menggantikan Hamas.
Ia mengatakan segala pengaturan pemerintahan di Jalur Gaza tanpa melibatkan Hamas hanyalah ilusi.
Baca juga: Hamas Rilis Video Rakit Senapan Ghoul, Punya Jangkauan Jarak Jauh, Jadi Mimpi Buruk Tentara Israel
Hamas Palestina vs Israel
Sebelumnya, Israel melakukan pengeboman besar-besaran untuk menanggapi Hamas yang memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menerobos perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Hamas mengatakan serangan itu adalah tanggapan atas kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini, terutama kekerasan di kompleks Masjid Al Aqsa, seperti diberitakan Al Arabiya.
Kelompok tersebut menculik 240 orang dari wilayah Israel dan meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di wilayah Israel, yang direvisi menjadi 1.147.
Sementara itu pembalasan Israel di Jalur Gaza menewaskan lebih dari 20.000 warga Palestina sejak Sabtu (7/10/2023) hingga perhitungan korban pada Kamis (21/12/2023), lebih dari 2,2 juta warga Palestina menjadi pengungsi, dikutip dari Al Jazeera.
Kekerasan juga meningkat di Tepi Barat, terutama setelah Israel melakukan penyerbuan besar-besaran ke wilayah yang dikuasai Otoritas Pembebasan Palestina (PLO) tersebut.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel