TRIBUNNEWS.COM - Presiden Iran, Ebrahim Raisi, dijadwalkan mengunjungi Ibu Kota Turki, Ankara.
Dalam kunjungannya, Ebrahim Raisi akan bertemu Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, pada 4 Januari 2024 mendatang.
Selain membahas hubungan bilateral, diskusi antara Ebrahim Raisi dan Recep Tayyip Erdogan diperkirakan akan berpusat pada situasi di Gaza dan Suriah.
Dilansir Al Jazeera, rencana kunjungan Ebrahim Raisi ke Ankara ditunda pada akhir November 2023 lalu.
Seorang pejabat Turki mengatakan, penundaan itu karena adanya benturan jadwal menteri luar negeri kedua kekuatan regional tersebut.
Saat itu, Menteri Luar Negeri Turki berada di New York City sebagai bagian dari 'kelompok kontak' negara-negara Muslim di Gaza.
Baca juga: Jenderal Razi Mousavi Dianggap Martir, Iran Potensial Kobarkan Perang Langsung Lawan Israel
Kunjungan Ebrahim Raisi yang tertunda itu sempat diumumkan oleh Erdogan, yang mengatakan kedua pemimpin akan fokus pada upaya tanggapan bersama terhadap perang Israel-Hamas.
“Presiden Iran Ebrahim Raisi akan datang menemui kami pada tanggal 28 bulan ini,” ujar Erdogan kepada wartawan di pesawat saat kembali dari pertemuan puncak regional pada 11 November 2023 di Riyadh, dikutip dari The Times of Israel.
Turki, yang mendukung solusi dua negara terhadap konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama beberapa dekade, telah mengkritik keras Israel atas serangannya terhadap Gaza.
Turki menyerukan gencatan senjata segera, dan mengatakan para pemimpin Israel harus diadili di pengadilan internasional atas kejahatan perang.
Meskipun Turki telah meningkatkan retorikanya terhadap Israel sejak melancarkan serangan udara dan darat ke Gaza sebagai pembalasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober, Turki juga mempertahankan hubungan komersial dengan Israel, yang memicu kritik dari beberapa partai oposisi dan Iran.
Baca juga: AS Lakukan Serangan Balasan ke Milisi pro-Iran di Irak
Diberitakan Al Arabiya, berbeda dengan sekutu Baratnya dan beberapa negara Arab, Turki yang menjadi anggota NATO, tidak menganggap Hamas sebagai kelompok teroris.
Iran juga berdiri di depan dengan apa yang mereka sebut sebagai Poros Perlawanan, sebuah koalisi longgar yang mencakup Hamas serta kelompok-kelompok Muslim Syiah bersenjata di seluruh wilayah yang secara militer menghadapi Israel dan sekutu-sekutu Baratnya.
Kedua negara telah menyuarakan dukungan untuk Hamas dan memperingatkan konsekuensi yang lebih luas jika pertempuran di Gaza terus berlanjut.