TRIBUNNEWS.com - CEO McDonald's, Chris Kempczinski, mengungkapkan beberapa jaringan makanan cepat sajinya di Timur Tengah dan seluruh dunia, terkena dampak seruan boikot sebagai bentuk dukungan terhadap Gaza setelah Israel menyerang wilayah kantong itu tanpa henti.
McDonald's menerima dampak terparah setelah McDonald's cabang Israel mengunggah di akun media sosialnya bahwa mereka memberi ribuan makanan gratis untuk tentara Israel, kurang dari dua minggu setelah perang dimulai pada 7 Oktober 2023.
Menurut Kempczinski, lewat unggahannya di LinkedIn, seruan boikot yang ditujukan pada McDonald's adalah hal mengecewakan dan tidak berdasar.
Ia menilai ada kesalahan informasi soal McDonald's terkait pendudukan yang sedang berlangsung.
"Saya menyadari bahwa beberapa pasar (gerai) di Timur Tengah dan beberapa di luar kawasan, mengalami dampak bisnis yang berarti akibat perang dan misinformasi," kata dia, dikutip dari Al Arabiya.
"Ini mengecewakan dan tidak berdasar. Di setiap negara tempat kami beroperasi, termasuk negara-negara Muslim, McDonald's dengan bangga diwakili oleh pemilik-operator lokal yang bekerja tanpa kenal lelah untuk melayani dan mendukung komunitas mereka, sambil mempekerjakan ribuan warganya," urai Kempczinski.
Setelah unggahan Kempczinski itu, waralaba McDonald's di Uni Emirat Arab (UEA), Kuwait, Yordania, Mesir, Oman, Arab Saudi, dan Lebanon, mengeluarkan pernyataan yang menyangkal soal hubungan mereka dengan cabang Israel.
Beberapa di antaranya juga menjanjikan sumbangan ke Gaza.
"Sehubungan dengan pemberitaan bahwa McDonald's di Israel menyumbang makanan, kami menegaskan itu adalah keputusan individu mereka (cabang Israel)," terang waralaba McDonald's di Arab Saudi.
"Baik McDonald's global, kami maupun negara lain, tidak memiliki peran atau hubungan dengan keputusan itu, baik secara langsung dan tidak langsung."
Diketahui, seruan boikot telah menghantam sejumlah merek Barat, seperti Starbucks dan KFC.
Baca juga: Saleh al-Arouri: Bos Hamas Paling Ditakuti AS, Jadi Target Israel, dan Kini Tewas di Tangan Zionis
Merek-merek Barat itu diduga berhubungan dengan Israel.
Sejak 7 Oktober, setelah serangan udara dan invasi darat Israel tanpa henti di Jalur Gaza sebagai pembalasan atas serangan lintas batas Hamas, seruan boikot telah beredar luas di media sosial.
Aktivis pro-Palestina meminta masyarakat untuk membeli produk alternatif lokal.