TRIBUNNEWS.COM - Hizbullah melakukan penyerangan dengan menggunakan drone tanpa awak ke markas Israel di Safad, utara Israel pada Selasa (9/1/2024).
Dikutip dari Al-Arabiya, serangan ini dalam rangka membalas serangan Israel ke ibu kota Lebanon, Beirut yang menewaskan salah satu pimpinan Hamas, Saleh al-Arouri.
Tak hanya itu, serangan tersebut turut wujud balas dendam Hizbullah atas tewasnya salah satu komandannya, Wissam al-Tawil pada Senin (7/1/2024) lalu.
Juru bicara militer Israel pun mengakui adanya serangan di markas di bagian utara negara tersebut.
Namun, dia tidak menjelaskan secara detail terkait lokasi penyerangan itu.
Kendati demikian, juru bicara itu mengungkapkan serangan Hizbullah tersebut tidak mengakibatkan kerusakan berarti dan jatuhnya korban.
Di sisi lain, pimpinan deputi Hizbullah, Naim Qassem mengatakan dalam pidatonya di stasiun televisi Lebanon bahwa pihaknya tidak ingin untuk memperluas perang.
Dia mengatakan hanya ingin melokalisir perang dengan Israel di perbatasan antara kedua negara.
“Namun jika Israel memang ingin memperluasnya, tanggapan ini tidak dapat dihindari sejauh itu yang diperlukan untuk menghalangi Israel,” ujarnya.
Kendati demikian, Perdana Menteri (PM) sementara Lebanon, Najib Mikati mengungkapkan negara yang dipimpinnya terbuka untuk bernegosiasi dengan Israel terkait perang yang terjadi.
Baca juga: Analis Militer Ungkap Alasan Terowongan Hizbullah Jadi Ancaman Israel
Seperti diketahui, Mikati adalah sosok yang menganut paham liberal dan mengakui bukan bagian dari Hizbullah.
Adapun pernyataan ini menanggapi Lebanon yang kini justru terancam turut terlibat perang.
“Kami berupaya untuk stabilitas permanen dan menyerukan solusi damai yang langgeng,” ujarnya pada Rabu (10/1/2024) dikutip dari The Guardian.
“Namun sebagai imbalannya kami menerima peringatan melalui utusan internasional tentang perang terhadap Lebanon,” sambungnya.