Serangan AS dan Inggris ke Yaman Jadi Bumerang, Harga Minyak Langsung Melonjak, Risiko Inflasi Tinggi
TRIBUNNEWS.COM - Harga minyak dunia dilaporkan mengalami lonjakan setelah Amerika Serikat (AS) dan Inggris menyerang Yaman.
Serangan duo pentolan negara Barat ini juga memicu kekhawatiran naiknya eskalasi konflik di wilayah kaya minyak tersebut yang memang sudah panas sebelumnya.
Serangan tersebut, yang didukung oleh Australia, Kanada, Belanda, dan Bahrain, menaikkan harga minyak mentah lebih dari 2 persen pada Jumat (12/1/2024).
Baca juga: Bombardir Yaman dari Darat, Laut, Udara, AS Cs Berdalih Mentok Bujuk Houthi: Israel Kok Bebas?
Para analis memperkirakan harga minyak dunia saat ini telah melampaui $75 dan bisa mencapai $80 per barel.
Serangan ke Yaman itu diklaim sebagai upaya koalisi pimpinan AS bertajuk Operation Prosperity Guardian untuk untuk melawan inflasi harga gegara blokade Laut Merah oleh Angkatan Bersenjata Yaman dan Kelompok Houthi bagi kapal-kapal perdagangan berentitas Israel.
Blokade ini membuat banyak perusahaan pelayaran dunia mengubah rute mengelilingi Afrika untuk bisa mencapai Eropa, yang membuat pembengkakan biaya pengiriman barang.
Harga-harga komoditas di kawasan, khususnya di Eropa, dilaporkan menjadi naik karena blokade Laut Merah ini.
Namun, ironisnya, dukungan Barat terhadap Israel dan agresi mereka di kawasan di Timur Tengah justru menjadi bumerang dan mengancam kebangkitan ekonomi negara tersebut.
Negara-negara Barat Bak Tembakkan Roket ke Perekonomian yang Lagi Terpuruk
Para Investor dilaporkan menunjukkan tekanan yang signifikan setelah langkah militer penyerangan Yaman tersebut.
Padahal, harga saham-saham sudah tidak stabil karena kenaikan inflasi AS yang tidak terduga, yang semakin memperkecil harapan penurunan suku bunga lebih awal oleh Federal Reserve.
Hal ini semakin mengaburkan peluang stabilitas perekonomian mendatang, dan terpenting, bisa mengguncang skenario “soft landing” yang selama ini diyakini AS.
"Jika minyak meningkat secara substansial, itu akan membahayakan skenario soft landing yang sangat mungkin terjadi tahun ini," Andrew Slimmon dari Morgan Stanley Investment Management mengatakan kepada Bloomberg Television.
Indeks harga konsumen AS juga melampaui perkiraan, yang juga mempengaruhi kemungkinan penurunan suku bunga.