Jenderal Israel: Tujuan Perang Gagal, Tak Ada Solusi Bagi Terowongan Rafah, Ajak Hamas Negoisasi
TRIBUNNEWS.COM - Itzhak Brik, seorang jenderal purnawirawan dari Pasukan Cadangan Tentara Israel (IDF) menyatakan kalau negaranya tidak akan mampu mencapai tujuan utama dari perang Gaza melawan Hamas.
Seperti diketahui, Israel memulai Perang Gaza dengan tujuan utama mengakhiri Hamas beserta kemampuan politik dan militernya.
Tujuan lain yang ditetapkan Israel dalam Perang Gaza ini adalah membebaskan kembali para tawanan Israel yang ditawan Hamas dalam penyerbuan Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023.
Baca juga: Gaza Utara Kembali Berkobar: Taktik Tipuan, Tank-Tank Israel Balik Lagi, Hamas Melawan Sengit
"Kegagalan ini akan memaksa IDF untuk membayar harga yang sangat mahal," kata mantan Jenderal Itzhak Brik, Rabu (17/1/2023) dalam sebuah tulisan kolom opini di surat kabar Israel, Haaretz.
Brik menjelaskan bahwa fase perang berikutnya di Gaza akan sangat sulit bagi Israel, lantaran IDF akan menghadapi banyak hambatan yang sejauh ini belum ada solusinya.
Fase berikutnya dari Perang Gaza yang dimaksud tersebut merujuk pada pernyataan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pekan lalu yang menyatakan kalau opsi serangan untuk mengisolasi Gaza dari Mesir sudah dipertimbangkan.
Rencana IDF tersebut bertujuan untuk menduduki Rute atau Koridor Philadelphia, sebuah wilayah yang membentang antara perbatasan Gaza-Mesir, dimana Rafah berada di pusatnya, untuk memblokir terowongan dan rute Perlawanan.
Baca juga: Perang Ketuk Pintu Mesir, Israel Cari Hal: Apa Itu Koridor Philadelphia yang Mau Dikuasai Tel Aviv?
Berat Bagi Israel Melancarkan Agresi di Rafah
Rencana menduduki Koridor Philadelphia ini punya risiko besar bagi Israel, selain yang utama, membuka front pertempuran baru dengan Mesir.
Risiko besar itu adalah tekanan yang semakin tinggi bagi Israel -dan juga Amerika Serikat (AS)- atas hal yang akan terjadi jika IDF melakukan agresi militer darat ke lokasi di Jalur Gaza tersebut.
"Mustahil bagi pasukan Israel untuk berperang di dalam kamp pengungsi Rafah yang padat penduduknya karena tingginya risiko jatuhnya korban sipil dalam jumlah luar biasa besar dalam serangan darat tersebut, yang tidak dapat ditangani oleh Israel maupun AS pada saat ini," tulis ulasan Al Mayadeen.
Sejauh perang selama 103 hari, Israel dan AS sudah menghadapi tekanan dahsyat dari publik internasional atas bombardemen yang sedang berlangsung di Gaza.
Israel bahkan sedang menghadapi gugatan di International Court of Justice (ICJ) yang dilayangkan Aferika Selatan atas tuduhan genosida warga Palestina di Gaza.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza melaporkan pada Senin kemarin kalau jumlah korban di Jalur Gaza melampaui 24.000 orang, dan lebih dari 60.800 orang terluka.