Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, DAVOS – Perang Israel dengan kelompok militan Palestina Hamas tampaknya belum menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Perang tersebut telah meluas hingga memicu sejumlah ketegangan seperti yang terjadi di Laut Merah.
Banyak pihak juga mencermati perang yang telah memasuki bulan ke 3 dengan berbagai kritik dan pandangannya masing-masing.
Baca juga: Serangan Houthi di Laut Merah Sangat Terkait dengan Perang di Gaza, Kata Menlu Arab Saudi
Baru-baru ini, CEO Saudi Aramco Amin Nasser menyoroti dampak yang dapat terjadi jika krisis di Laut Merah berlangsung dalam waktu yang lama.
Nasser memperkirakan pasar minyak akan semakin ketat seiring dengan meningkatnya ketegangan di Laut Merah.
“Jika hal ini terjadi dalam jangka pendek, kapal tanker mungkin akan tersedia. Namun jika hal ini terjadi dalam jangka panjang, hal ini mungkin akan menjadi masalah,” kata Nasser dalam sebuah wawancara di sela-sela Forum Ekonomi Dunia yang berlangsung di Davos, Swiss.
Nasser mengatakan pihaknya melihat permintaan minyak sebesar 104 juta barel per hari (bph) pada tahun ini, yang berarti pertumbuhan sekitar 1,5 juta barel per hari setelah tumbuh sebesar 2,6 juta barel per hari pada 2023.
“Pertumbuhan permintaan yang dikombinasikan dengan rendahnya stok akan memperketat pasar lebih lanjut,” ujarnya.
Dia juga memperingatkan bahwa stok minyak global telah menyusut ke level terendah rata-rata lima tahun setelah konsumen menghabiskan cadangan minyak di dalam dan luar negeri sebesar 400 juta barel selama dua tahun terakhir.
“Satu-satunya hal yang tersedia saat ini adalah kapasitas cadangan, yaitu sekitar 3,5 persen secara global. Dan ketika permintaan meningkat, Anda akan mengikis kapasitas cadangan tersebut kecuali ada pasokan tambahan,” kata Nasser.
Meski begitu, ia tidak dapat memperkirakan kapan permintaan minyak akan mencapai puncaknya atau stagnan karena konsumsi bahan bakar fosil berpindah dari negara maju ke negara berkembang, yang semakin kaya.
Krisis di Laut Merah
Serangan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata Houthi di Yaman terhadap kapal-kapal komersial di Laut Merah menimbulkan masalah baru, khususnya bagi perusahaan pelayaran global.
Sejumlah perusahaan telah memilih untuk mengalihkan kapal yang sebelumnya menggunakan rute ini melalui Afrika bagian selatan, sehingga menambah waktu penyeberangan untuk pasokan ke Eropa sekitar 10 hari.
Pengalihan rute pelayaran juga membuat membengkaknya biaya operasional, khususnya dalam hal konsumsi bahan bakar bagi kapal-kapal besar.