TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak gagasan pembentukan negara Palestina.
Pernyataan Benjamin Netanyahu itu muncul setelah melakukan percakapan telepon dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.
Meski begitu, AS yakin solusi dua negara sangat penting bagi stabilitas jangka panjang.
Namun, pada pekan ini, Gedung Putih mengakui pemerintah AS dan Israel melihat sesuatu secara berbeda.
Joe Biden menegaskan solusi dua negara masih mungkin dilakukan dengan Netanyahu.
"Ada beberapa jenis solusi dua negara. Ada sejumlah negara anggota PBB yang tidak memiliki militer sendiri," ujarnya, Minggu (21/1/2024), dilansir BBC.
Kata Diplomat Swedia
Menteri Luar Negeri Swedia, Tobias Billstrom, mengatakan para diplomat akan membahas krisis kemanusiaan di Gaza.
Selain itu, para diplomat akan membahas terkait solusi dua negara terhadap konflik Israel-Palestina.
“Solusi dua negara adalah satu-satunya solusi yang layak,” ungkap Tobias Billstrom, Senin (22/1/2024), dikutip dari Al Jazeera.
Ia juga menyambut baik sanksi terhadap Hamas dan mengusulkan tindakan terhadap pemukim ilegal Israel di Tepi Barat yang diduduki.
Baca juga: Populer Internasional: Netanyahu Mulai Diragukan Sekutunya - Israel Sebar Pamflet di Gaza Selatan
Netanyahu Tolak Sikap Joe Biden
Benjamin Netanyahu mengulangi penentangannya terhadap negara Palestina yang merdeka.
PM Israel itu mengatakan, negaranya memerlukan kontrol keamanan penuh atas wilayah Palestina, dan menolak sikap Presiden AS Joe Biden mengenai masalah tersebut.
“Saya tidak akan berkompromi mengenai kendali penuh keamanan Israel atas seluruh wilayah di barat Yordania, dan ini bertentangan dengan negara Palestina,” tegasnya, Sabtu (20/1/2024), seperti diberitakan Al Jazeera.
Pada Jumat (19/1/2024), Joe Biden mengatakan dia berbicara dengan Netanyahu tentang kemungkinan solusi untuk pembentukan negara Palestina yang merdeka.
Joe Biden lalu menyarankan satu jalan yang bisa melibatkan pemerintahan non-militer.
Panggilan telepon Biden dengan Netanyahu adalah yang pertama dalam hampir sebulan, kata Gedung Putih.
Ketika ditanya apakah solusi dua negara tidak mungkin ketika Netanyahu masih menjabat, Biden menjawab, “Tidak, tidak.”
Namun, Kantor PM Israel mengatakan, Netanyahu menyampaikan kepada Biden bahwa “setelah Hamas dihancurkan, Israel harus mempertahankan kendali keamanan atas Gaza untuk memastikan bahwa Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel, sebuah persyaratan yang bertentangan dengan tuntutan kedaulatan Palestina".
Kini, Netanyahu berada di bawah tekanan untuk menenangkan anggota koalisi sayap kanan yang berkuasa dengan mengintensifkan perang di daerah kantong Palestina yang terkepung, yang menewaskan lebih dari 165 orang dalam 24 jam terakhir.
Netanyahu berkali-kali menyatakan penolakannya terhadap negara Palestina mana pun sejak melancarkan perang di Gaza, namun tetap mengikuti sikap pemerintahan Biden mengenai masalah tersebut.
Baca juga: Netanyahu: Israel dari Sungai ke Laut, Hamas Gebrak Negara Arab Agar Tersadar Soal Normalisasi
Pembicaraan perdamaian yang didukung AS menuju apa yang disebut “solusi dua negara” yang akan menjadikan Israel hidup berdampingan dengan negara Palestina di Gaza, Tepi Barat yang diduduki, dan Yerusalem Timur, gagal satu dekade lalu.
Pada hari Kamis, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Matthew Miller, mengatakan tidak ada cara untuk menyelesaikan tantangan keamanan jangka panjang Israel dan tantangan jangka pendek dalam membangun kembali Gaza tanpa pembentukan negara Palestina.
Update Konflik Palestina-Israel
Setidaknya 190 orang tewas dan 340 luka-luka di Gaza selama 24 jam terakhir.
Puluhan orang dilaporkan tewas di kota selatan Khan Younis yang terkepung ketika pasukan Israel menargetkan rumah sakit, ambulans, dan sekolah tempat ribuan warga sipil berlindung.
Dr Ahmed al-Moghrabi, kepala bedah plastik dan luka bakar di Rumah Sakit Nasser Khan Younis, mengatakan "ada pengeboman di sekitar kita”.
Setidaknya 25.295 orang telah tewas dan 63.000 orang terluka dalam serangan Israel di Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Jumlah korban tewas di Israel akibat serangan Hamas 7 Oktober mencapai 1.139 orang.
(Tribunnews.com/Nuryanti)