News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Hamas Cs Rembuk di Gaza: Kartu AS di Tangan, No Deal dengan Israel Kalau Hal Ini Tidak Terjadi

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Gambar yang diambil dari Rafah menunjukkan asap mengepul di atas Khan Yunis di Jalur Gaza selatan selama pemboman Israel pada 22 Januari 2024, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok militan Palestina Hamas. (Photo by AFP)

Hamas Cs Rembuk di Gaza: Kartu AS di Tangan, No Deal dengan Israel Kalau Hal Ini Tidak Terjadi

TRIBUNNEWS.COM - Sebuah laporan berlabel eksklusif mengabarkan kalau kelompok pembebasan Palestina, Hamas, tengah berembuk dengan kelompok milisi lain di Gaza seputar proposal gencatan senjata dengan Israel.

Kabar itu menyebut, para kelompok milisi perlawanan, baik Hamas maupun gerakan lainnya di Gaza, menyatakan proposal yang diajukan tidak sesuai dengan visi dan harapan mereka, penghentian penuh peperangan.

Secara tegas, Hamas Cs mengatakan no deal dengan Israel jika tidak ada jaminan perang akan berhenti secara total.

Baca juga: Menhan Israel Deklarasikan Kemenangan di Khan Yunis: 10 Ribu Pejuang Hamas Tewas, IDF Bidik Rafah

Narasumber laporan Al Mayadeen itu menyebut, proposal gencatan senjata kali ini masih akan memungkinkan Israel untuk melanjutkan perang di Gaza.

"Negosiasi (antarkelompok milisi Palestina) sedang berlangsung mengenai gencatan senjata di Jalur Gaza dan penarikan penuh pasukan pendudukan Israel," kata sumber kepada Al Mayadeen pada Minggu (5/2/2024).

Dilaporkan, ketentuan proposal yang disusun tersebut antara lain mengenai teknis gencatan senjata, penarikan mundur pasukan, pertukaran tawanan, rekonstruksi, pengungsi, masuknya bantuan, dan pencabutan pengepungan yang diberlakukan di Gaza.

Baca juga: Bom Israel Mulai Jamah Rafah, Peringatan Mesir Diabaikan, Pengungsi Jadi Alat Negosiasi ke Hamas

Gambar yang diambil dari Rafah, di Jalur Gaza selatan, menunjukkan asap membubung di atas gedung-gedung di Khan Yunis selama pemboman Israel pada 1 Februari 2024, (SAID KHATIB / AFP)

"Informasi intelijen yang diperoleh menunjukkan kalau proposal Perjanjian Paris menyentuh masalah pertukaran tahanan namun sama sekali mengabaikan (tidak menyinggung) gencatan senjata secara penuh dan penarikan diri pasukan Israel dari Gaza, sedangkan proposal (dari) kelompok Perlawanan menyoroti isu-isu tersebut sebagai hal yang sangat penting," kata laporan tersebut.

"Tidak ada klausul yang menegaskan penghentian perang setelah gencatan senjata berakhir, dan tidak ada jaminan regional atau internasional kalau Tentara Israel tidak akan melanjutkan permusuhan setelah gencatan senjata berakhir; juga tidak ada rincian yang cukup mengenai isu-isu penting bagi kelompok Perlawanan dan Gaza," kata sumber tersebut.

Proposal perjanjian Paris juga tidak memberikan jaminan mengenai penarikan Israel dari Gaza karena para pejabat Israel mengklaim bahwa mereka ingin membangun zona penyangga di Jalur Gaza yang mereka blokade.

“Perlawanan khawatir, Israel berniat untuk tetap berada di Gaza dan mempersulit upaya rekonstruksi dalam upaya untuk membuat perpecahan antara rakyat Gaza dan Milisi Perlawanan,” ujar seroang sumber.

Selain itu, tampaknya tidak ada dasar yang kuat untuk upaya rekonstruksi maupun penyediaan perumahan sementara bagi para pengungsi di tengah kekhawatiran tentara pendudukan Israel berpotensi menghalangi upaya tersebut.

“Hamas terlibat dalam konsultasi dengan faksi-faksi Palestina dan sekutu-sekutunya dari partai-partai dan kekuatan regional,” kata sumber tersebut seraya mengungkapkan kalau proposal perjanjian tersebut dibawa untuk didiskusikan di eselon atas gerakan tersebut.

Ilustrasi: Pelepasan sandera Hamas (Times Of Israel)

Kartu AS Ada di Tangan Perlawanan

Sumber juga mengungkapkan akan ada pertemuan di Kairo, Mesir, dalam beberapa hari mendatang, yang akan dihadiri oleh perwakilan dari beberapa negara lain, termasuk Qatar.

Pertemuan tersebut dikatakan mencakup diskusi mendalam dan komprehensif yang akan diikuti oleh pimpinan Hamas sebelum tanggapan akhir diberikan.

Dalam rembuk tersebut, partai-partai regional berusaha memastikan ke Hamas kalau proposal perjanjian tersebut secara praktis akan menghasilkan gencatan senjata dan bahwa pendudukan Israel tidak dapat melanjutkan perang.

"Para kelompok milisi Perlawanan menggarisbawahi bahwa mereka menginginkan jaminan dan mekanisme yang jujur yang secara efektif akan mengarah pada gencatan senjata dan penarikan pasukan pendudukan Israel dari Gaza sehingga bisa mencegah tentara Israel melanjutkan perang," tulis laporan itu.

Hamas dan kelompok perlawanan lain di Gaza memang sangat berhati-hati dalam membahas seputar proposal hasil dari pembicaraan para pihak dan negosiator di Paris ini.

Dalam proposal itu, Israel meminta pembebasan sisa sandera, termasuk yang berstatus tentara IDF, yang masih berada di tangan Hamas dan kelompok pembebasan lain Palestina yang selama ini menjadi 'bargaining position' bagi milisi perlawanan melawan agresi militer Israel.

“Perlawanan tidak dapat menyerahkan kartu as-nya, para tawanan militer, tanpa jaminan gencatan senjata, penarikan pasukan pendudukan Israel, dan kesepakatan mengenai rekonstruksi dan pencabutan pengepungan,” sumber tersebut menggarisbawahi.

Anggota Brigade Al-Qassam, sayap bersenjata gerakan Hamas Palestina, berparade di Kota Gaza pada 7 Juni 2021. (MOHAMMED ABED / AFP)

Belum Ada Kesepakatan yang Tercapai

Seorang tokoh terkemuka dari faksi Perlawanan Palestina mengatakan pada awal pekan ini kalau belum ada kesepakatan yang tercapai seputar kesepakatan gencatan senjata.

Pernyataan tersebut muncul setelah outlet berita melaporkan kalauHamas pada prinsipnya telah menyetujui proposal gencatan senjata terbaru yang dibuat oleh mediator pejabat Qatar.

Petinggi milisi perlawanan itu menggambarkan pernyataan yang dibuat oleh Kementerian Luar Negeri Qatar sebagai pernyataan yang terburu-buru dan tidak akurat.

Pejabat Qatar tersebut menjelaskan, partai yang diwakilinya telah "menerima pesan dari pimpinan Hamas mengenai kerangka kerja yang dipresentasikan berdasarkan pertemuan Paris."

Perlu dicatat kalau pertemuan tersebut menghasilkan proposal gencatan senjata sesaat, yang mencakup kesepakatan pertukaran tahanan tiga tahap.

Pertemuan tersebut dihadiri oleh William Burns, direktur Badan Intelijen Pusat, dan pejabat tinggi Mesir, Israel, dan Qatar.

Tokoh terkemuka tersebut mengatakan, "Belum ada kesepakatan mengenai kerangka tersebut, dan Hamas memiliki komentar penting (mengenai proposal tersebut)."

Pejabat Hamas telah mengumumkan sebelumnya kalau perwakilannya akan menyampaikan tanggapan terpadu di Cario, Mesir, yang mewakili semua faksi Perlawanan Palestina.

“Sampai saat ini, belum ada delegasi dari pimpinan Hamas yang melakukan perjalanan ke Kairo, dan belum ada tanggal yang ditetapkan untuk pertemuan tersebut,” kata pejabat tinggi tersebut.

Sebagaimana ditegaskan kembali pada kesempatan sebelumnya, pejabat tersebut mengatakan Dokumen Paris saat ini sedang dipelajari “berdasarkan konstanta nasional yang disepakati.”

“Prioritasnya adalah penghentian agresi secara komprehensif, penarikan pasukan pendudukan dari Gaza, mengamankan tempat penampungan bagi para pengungsi, dan menyelesaikan proses pertukaran yang serius,” jelas pejabat tersebut.

Dia lebih lanjut menekankan bahwa “media Zionis menyebarkan berita palsu dan palsu untuk membangkitkan opini publik mengenai negosiasi tersebut.”

Terakhir, pejabat tersebut mengatakan Mesir dan Qatar telah menyatukan upaya mediasi.

Seorang pejabat Qatar juga mengatakan kepada Reuters, "Belum ada kesepakatan. Hamas telah menerima proposal tersebut dengan positif namun kami menunggu tanggapan mereka."

Sementara itu, penasihat media untuk kepala biro politik Hamas mengatakan kepada Reuters bahwa kelompok tersebut menerima proposal gencatan senjata Paris untuk gencatan senjata dan pembebasan sandera di Gaza, namun “kami belum memberikan tanggapan terhadap proposal gencatan senjata Gaza,” tambahnya. , "Ini masih dipelajari."

“Kami tidak bisa mengatakan bahwa tahap negosiasi saat ini adalah nol dan pada saat yang sama kami tidak bisa mengatakan bahwa kami telah mencapai kesepakatan,” kata Taher al-Nono.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini